Aksi Tolak Perppu Cipta Kerja, Massa Aksi Menuntut Pencabutan Cipta Kerja

Aksi Tolak Perppu Cipta Kerja, Massa Aksi Menuntut Pencabutan Cipta Kerja

Sumber gambar: Dok/LPM Progress/Alamanda Firdaus

 

LPM Progress - Selasa (28/2), telah diselenggarakan aksi demonstrasi untuk Tuntutan Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta Pusat. Aksi ini dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Aksi ini dihadiri oleh Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Konfederasi Serikat Indonesia (KSI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Konferedasi Serikat Nasional (KSN), Konferedasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Kumaung, Serikat Buruh Sejahtera Independen 92 (SBSI 92) dan Gabungan Organisasi Buruh Serikat Islam Indonesia (GOBSI). Selain itu terdapat massa aksi dari daerah DKI Jakarta, Banten, Tanggerang, Bekasi, Majalengka, Garut dan Brebes. Selain aksi demonstrasi ini adapun upaya lain yang dilakukan yaitu masyarakat sidang di Mahkamah Konstitusi  (MK) kemudian sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Massa aksi menuntut DPR RI untuk mencabut Perppu Cipta Kerja dikarenakan menurut massa aksi hal ini merupakan penghancuran ruang hidup yang dianggap banyak merugikan hak-hak rakyat, karena sebelumnya telah terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak goreng. Selain itu Perppu Cipta Kerja akan memperluas monopoli tanah melalui bank tanah, menyingkirkan petani dari urusan pangan melalui food estate, Penggusuran Skala Nasional (PSN) melalui proyek strategis nasional dan berbagai ancaman dilaksanakan reforma agraria di Indonesia.

Menurut Asih selaku koordinator dari SBSI 92 Perppu Cipta Kerja ini sangat merugikan, bukan hanya buruh tapi semua pihak. Ada beberapa persoalan tentang kerugian ini, seperti perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diwajibkan untuk membayar uang pesangon sebesar 2 kali upah sebulan kemudian berubah menjadi perusahaan membayar pesangon karyawan PHK setengah dari ketentuan lama, kontrak yang seumur hidup serta persyaratan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia yang tidak menggunakan bahasa seharusnya malah menggunakan bahasa bebas dengan alih-alih agar investasi masuk.

"Jadi, banyak sekali persoalan-persoalan hari ini, yaitu dengan adanya Perppu Cipta Kerja tidak hanya merugikan kaum buruh dan petani tapi juga kaum pelajar. Maka hari ini, kami datang kesini untuk meminta kepada seluruh anggota MPR/DPR RI untuk tidak mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," ujar Asih.

Selain itu masih banyak contoh kasus lain seperti kasus Morowali yang menimbulkan korban jiwa karena persoalan komunikasi antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia yang tidak nyambung. Persoalan di Morowali yaitu tenaga kerja asing memakai standar internasional sedangkan tenaga kerja Indonesia memakai Upah Minimum Regional (UMR).

“Inikan persoalan, padahal tugasnya sama. Kemudian lapangan kerja semakin sempit karena para investor dari luar negri datang ke Indonesia membawa tenaga kerja sendiri," ungkap Asih.

 

Penulis: Annisa Sri Mursinah

Wartawan: Alamanda Firdaus

Editor: Naptalia