Fasisme dalam Kampus itu Nyata – 2
LPM Progress — Pemberitahuan tentang wawancara langsung dengan rektor dibatalkan datang ketika kami menanyakan langsung kepada rektor. Jika pada postingan LPM Progress sebelumnya, kami mengatakan ditunda (banned). Pada selasa (21/6), rektor telah menyatakan bahwa dirinya tidak mau diwawancarai. Rektor menyatakan alasannya “Sebelum LPM Progress bertemu dengan Wakil Rektor III dan BEM Universitas, maka saya menolak.” Dalam hal ini penolakan rektor juga terjadi karena keberatan dari pihak BEM Universitas. Padahal wawancara langsung ini adalah bentuk transparansi yang jarang sekali dilakukan oleh pihak rektorat kampus manapun dan telah ditunggu-tunggu oleh mahasiswa.
Selain itu, LPM Progress menyayangkan sikap rektor yang menyetujui tindakan BEM Universitas, dalam hal ini telah menghambat kerja jurnalistik dan mencederai kebebasan pers. Perlu juga dipahami oleh insan akademisi, bahwa kebebasan pers tidak dapat dibatasi atau dilarang-larang karena itu adalah salah satu dari instrumen 4 pilar demokrasi dan sikap demokratis telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Kebebasan pers juga tidak dapat dibenturkan dengan kebebasan akademik, karena keduanya adalah 2 instrumen yang sama dalam koridor berbeda. Bahwa kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan akademik dan/atau keduanya setara.
Baca juga: Fasisme dalam Kampus itu Nyata
Perlu juga disampaikan dalam kesempatan kali ini bahwa tindakan yang diambil dari BEM Universitas adalah fasis. Bahwa pelarangan penyebaran informasi, karena turut ikut campur dalam ruang redaksi LPM Progress adalah suatu tindakan yang pernah digunakan pada zaman Orde Baru.
Tindakan-tindakan BEM Universitas yang fasis antara lain:
- Ketua BEM U dengan sadar menyuruh seorang mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika untuk menghapus link kuesioner LPM Progress yang saat itu sedang melakukan riset tentang dampak pandemi pada perkuliahan.
- BEM Universtas menghambat kerja jurnalis LPM Progress pada bulan Februari saat sedang melakukan riset jumlah mahasiswa yang aktif berorganisasi dalam kampus. Hal ini berdasarkan keterangan Ketua BEM Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), yang mengakui dirinya berkoordinasi dengan salah satu anggota dari BEM U.
- Pada tanggal 4 Juni 2020, Pemimpin Umum (PU) LPM Progress dan Ketua BEM U hadir dalam pertemuan dengan Warek III. Saat itu PU LPM Progress sudah memberikan saran pada Warek III untuk membuat sebuah keterbukaan terhadap mahasiswa secara langsung tanpa organisasi mahasiswa, sebagai bentuk transparansi agar mahasiswa memahami. Akan tetapi tidak ada tindakan dari pihak Warek III, sehingga LPM Progress mencoba memfasilitasi sebagaimana fungsi LPM Progress sebagai media alternatif untuk mahasiswa. Ketika tanggal 9 Juni 2020, BEM U dan DPM melakukan pertemuan bersama Rektor dan Warek III. Dengan sengaja dan sadarnya, mereka menggiring opini yang membuat Rektor menginginkan kami berkoordinasi dengan BEM U, karena pemfasilitasan wawancara langsung dalam ranah jurnalis, maka kami menolak untuk berkoordinasi. Hal itu yang membuat wawancara langsung ditunda dan pada tanggal 21 Juni 2020, Rektor menyatakan tetap tidak bisa.
Bahwasanya kebebasan akademik adalah usaha institusi pendidikan untuk mencapai fungsi pendidikan, dan otonomi kampus adalah sebuah metode kerja yang diberikan pemerintah dalam pengaturan tata kelola sebuah institusi pendidikan, dengan tidak bertentangan terhadap kebijakan yang berlaku. Oleh sebab itu, kebebasan pers tidak bisa dikebiri hanya dengan menyatakan bahwa ini adalah ranah akademik dan otonomi kampus.
Penulis : Yazid Fahmi
Editor : Winda