Kampanye Hitam, Politik Uang hingga Perdagangan Manusia  dalam Novel Jatisaba

Kampanye Hitam, Politik Uang hingga Perdagangan Manusia dalam Novel Jatisaba

Ket.Gambar: Ilustrasi cover novel Jatisaba yang ditulis oleh Ramayda Akmal. (Sumber: Tim Konten LPM Progress).

 

Penulis : Ramayda Akmal

Penerbit : Grasindo

Cetakan : Maret, 2017

Jumlah Halaman : 241 Halaman

ISBN : 978-602-375-871-5

 

Jatisaba, ialah novel yang bernuansa Jawa dengan mengangkat isu-isu sosial tentang adat istiadat di salah satu daerah di Jawa Tengah. Buku yang diterbitkan oleh Grasindo ini dimuat dengan tebal buku sebanyak 241 halaman dan telah diterjemahkan ke bahasa Inggris untuk dipamerkan di Frankurt Book Fair 2015 dan London Book Fair 2016.

Buku yang memiliki cover terkesan sederhana, tapi sangat menarik dengan desain warna oranye dan bergambar kuda lumping ini berhasil meraih penghargaan sebagai pemenang unggulan sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 2010. 

SINOPSIS

Novel Jatisaba mengisahkan realita sosial di Indonesia, khususnya di salah satu desa kecil yang berada di daerah Jawa Tengah yakni Jatisaba. Novel ini mengangkat cerita berkaitan dengan sindikat perdagangan manusia, yang banyak terjadi pada orang-orang pedesaan yang terhimpit oleh kesenjangan sosial. Jatisaba menceritakan sosok Mainah atau Mae yang sudah lama sekali tidak kembali ke kampung halamannya. Ia bekerja sebagai TKI di luar negeri. Hingga akhirnya ia pulang ke kampungnya dengan tujuan sebenarnya adalah untuk mencari oran-orang baru yang nantinya dipekerjakan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal.

Permasalahan terjadi ketika Mae tiba di desa saat sedang panas mengenai pemilihan kepala desa (pilkades) yang sudah melegenda di Jatisaba, karena pilkades yang diselenggarakan sama dengan pertaruhan nyawa dan segenap harta. Di sana Mae terpaksa ikut untuk terjun ke arus kampanye hitam, tidak jujur dan saling menjatuhkan antar-calon, karena dalam novel ini menggambarkan betapa liciknya untuk memperolah posisi sebagai kepala desa. Calon Kepala desa yaitu Mardi, Jompro, dan Joko saling beradu harta, kekuasaan, dan kekuatan gaib. Darah dan kematian bisa saja ditaruhkan demi merebut posisi tersebut.

Mae menjalankan strategi untuk menjaring seluruh warga desa untuk bekerja di luar negeri yang tentunya dengan gambaran manis, mendapatkan gaji besar, serta kehidupan yang layak. Namun masyarakat tidak percaya dengan apa yang Mae tawarkan, ditambah posisi Mae yang sudah diketahui jika ia bekerja sama dengan calon kepala desa agar bisa membawa sebanyak mungkin warganya untuk dijadikan sebagai TKI.

KELEBIHAN

Novel yang diangkat dari kisah nyata dan ditulis secara epik dengan bahasa yang mudah dipahami serta dibumbui oleh imajinasi penulis yang membuat pembaca tidak akan bosan membacanya. Penulis juga berhasil menggambarkan suasana tanah jawa dan menyingkap permasalahan yang umumnya terjadi, seperti human trafficking, black campaign, politik uang, percintaan, penghianatan, kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan. Pembahasan strata sosial di dalam novel juga diceritakan seperti orang-orang yang memiliki uang dapat membeli kebenaran, seolah-olah berkuasa atas segalanya. Juga, dalam novel tidak meninggalkan kisah-kisah klenik yang masih kental dengan budaya dan masih terjadi di Indonesia contohnya seperti penggambaran pawang hujan, dukun, mantra, ebeg, nani cowong.

KEKURANGAN

Dari banyaknya kelebihan, pula terdapat kekurangan dalam novel tersebut. Seperti ada bagian pengulangan konflik yang terjadi, yang mana hal itu membuat cerita terkesan monoton dan kurang efektif. Lalu ada penggunaan kalimat dengan bahasa Jawa yang tidak diterjemahkan, sebab tidak semua pembaca dapat mengerti bahasa Jawa. Kekurangan lain ialah terdapat pada akhir cerita yang dibiarkan menggantung, sehingga pembaca masih mengira-ngira kelanjutan ceritanya.

 

Penulis: Shalsa Bila Inez Putri

Editor: Nurulita