Kegiatan Raya dengan Anggaran Puluhan Juta Tidak Tersentuh oleh Banyak Mahasiswa
Sumber gambar: Ilustrasi oleh Konten LPM Progress
LPM Progress - Pemilihan Umum Raya (Pemira) adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk memilih Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F). Namun, sejak terjadinya pandemi Covid-19, Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) baru melaksanakan kembali Pemira ini pada bulan Mei-Juni 2021.
Sebelumnya, Unindra memilih untuk memperpanjang periode kepemimpinan periode 2019 daripada mengadakan Pemira dengan alasan pandemi. Dianggap karena masa kepemimpinan periode sebelumnya sudah tidak dapat lagi untuk dilakukan perpanjangan, maka dilakukanlah Pemira online. Ini pertama kalinya untuk Unindra melakukan Pemira online, mengingat sebelumnya Unindra selalu melakukan Pemira secara offline.
Kendati demikian, Pemira online ini memakan anggaran yang tidak sedikit. Di tengah pandemi dan keadaan keuangan Unindra yang sedang mengalami kolaps, Pemira online memakan biaya puluhan juta. Nominal yang tidak kecil ini menarik perhatian mahasiswa. Oleh sebab itu, Tim Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Progress pun mencoba untuk melakukan konfirmasi terkait anggaran Pemira.
Anggaran Pemira yang Besar Ketika Unindra Mengalami Tunggakkan 33 Milyar
Pada tanggal 13 Juni, Tim Progress mencoba untuk mewawancarai Bahta selaku Ketua Pemilihan Umum (KPU), namun ia tidak bersedia dengan alasan bahwa 3 wartawan Progress telah mewawancarainya. Masih di tanggal yang sama, Tim Progress beralih untuk mewawancarai Finla selaku Bendahara KPU, dengan alasan sedang memiliki banyak kegiatan dari organisasi yang ia ikuti, Finla pun menolak untuk diwawancarai.
Untuk mendapatkan transparansi anggaran kegiatan Pemira, kembali Tim Progress mencoba mewawancarai Bahta pada 22 Juni. Bahta kemudian bersedia memberikan keterangan, ia menjelaskan bahwa anggaran Pemira online mencapai nilai Rp60 juta-an. Sebagian besar dari anggaran tersebut habis untuk membuat website dengan anggaran Rp35 juta.
“Developer: 2 orang Rp28 juta dengan waktu pengerjaan website dua bulan. Tester: dua orang dua juta, Server: tiga juta, Maintenance: dua orang dua juta; Total: Rp35 juta,” tulisnya melalui pesan WhatsApp (22/6).
Tidak hanya sampai di situ, Bahta juga menambahkan keterangan bahwa masing-masing panitia mendapatkan fasilitas berupa baju, konsumsi, dan kuota internet sebesar seratus ribu untuk masing-masing panitia.
Tim Progress pun mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak lembaga. Awalnya, kami menghubungi Dendi selaku Wakil Rektor (Warek) III, namun dikarenakan kesibukkannya ia pun menginstruksikan Tim Progress untuk menghubungi Kepala Bagian Keorganisasian, Fadli Rasam. Dengan alasan bahwa terkait anggaran tidak melalui Kepala Bagian, Fadli pun mengarahkan Tim Progress untuk menghubungi Bagian Keuangan, Misrawaty Purba. Ia pun tidak bersedia, dan meminta kami untuk menghubungi Rektor.
Akhirnya, pada Selasa (29/6), Sumaryoto bersedia diwawancarai. Dari keterangan Sumaryoto selaku Rektor Unindra, Pemira online ini memakan anggaran sebesar Rp60. 600. 000,- Pembengkakkan kegiatan ini tak lain adalah untuk membuat website khusus Pemira sebesar Rp35 juta, membuat seragam panitia untuk 53 orang yang mencapai Rp7.950.000,- dan untuk menyokong kuota panitia, diberikanlah masing-masing seratus ribu.
“Saya tidak mau sebut satu persatu. Ini yang besar-besar saja sewa alat video Rp2.500. 000,-, sewa tempat perhitungan suara Rp1.500.000,- sewa tempat untuk debat Rp1.500.000,- sewa tempat fit and pro Rp1.500.000,- itu yang biaya KPPS itu, itu mencapai Rp7. 500. 000,- untuk KPPSnya. Dresscodenya, Rp7.900.000,- itu pun sudah besar-besar itu dua, sudah Rp15 juta lebih,” ucap Sumaryoto saat merincikan anggaran.
Dengan biaya kegiatan yang berkisar Rp60 juta, Pemira online sepi peminat. Hal ini terlihat jelas dari hasil perhitungan suara dari KPU. Partisipasi mahasiswa dalam memberikan suaranya diketahui kurang dari 10%.
Anggaran Puluhan Juta, Sedikit Partisipasi Mahasiswa
Jika dilihat dari data KPU Pemira 2021, total mahasiswa jenjang Strata I (S1) adalah 36.735 mahasiswa, sedang yang memberikan suara sebesar 2.277 mahasiwa.
Ketetapan Dewan Perwakilan Mahasiswa (TAP DPM) No. 6 tahun 2021, menyatakan bahwa calon DPM, BEM U dan BEM F yang hanya ada satu calon secara langsung dinyatakan aklamasi, dengan mendapat suara minimum 10%. Dalam Pemira kali ini, total suara pemilih tidak mencapai 10%, sedangkan terdapat 2 kandidat dalam Pemira. Mengikuti TAP tersebut, DPM sama sekali tidak mengatur minimun hasil suara jika terdapat dua kandidat.
Pemira yang hanya mencapai 6,2% menunjukkan bahwa kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh panitia, pada akun Instagram resmi @pemiraunindra hanya terdapat 553 pengikut.
Salah satu mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris semester 4, Rezki Khoerunnisa, menyatakan bahwa ia tidak tahu apa itu Pemira ketika Tim LPM Progress mewawancarainya.“Pemira apa sih?”, "Yang mana sih? Gua enggak tau," tulisnya di pesan WhatsApp ketika ditanya apakah ia ikut memilih ketika Pemira (25/6).
Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi Pemira kepada mahasiswa umum (Masum) kurang masif. Lain hal bila dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti Organisasi Mahasiswa (Ormawa). Maka tidak heran jika terdapat 93,8% mahasiswa yang tidak ikut serta dalam Pemira.
Sedikitnya mahasiswa yang turut andil dalam kegiatan raya mengundang kekecewaan Rektor Unindra. Meski Ketua DPM periode 2019-2020, Farah Paramitha Abigail merasa bahwa Pemira online ini sudah baik dengan mendapat total suara pemilih 2000 lebih mahasiswa, namun Sumaryoto selaku Rektor Unindra kecewa.
“Saya kecewa karena terlalu sedikit partisipasinya, hanya kurang dari 6% (jika mahasiswa dihitung 38 ribu). Itu kan terlalu sedikit itu,” cetusnya. “Hasil Pemira ini mencerminkan legitimasi atau tidak?” ungkapnya ketika diwawancara di ruangannya (29/6).
Dari anggaran yang mencapai Rp60.600.000,- hanya menghasilkan total suara 6,2% pemilih. Selain karena kurangnya sosialisasi dari panitia, juga karena kegiatan ini berlangsung dengan cepat yakni dua bulan dan berakhir pada 27 Juni di Asrama Walisongo Jakarta Selatan.
Wartawan: Astin & Irna
Penulis: Astin Kho
Editor: Syntha Dolsar