Ketika Secara Logika Pemira adalah Bualan Terstruktur dan Tersistematis

Ketika Secara Logika Pemira adalah Bualan Terstruktur dan Tersistematis

Ilustrasi oleh Darmawan

 

LPM Progress – Awal sekali mengetahui adanya Pemilihan Umum Raya (Pemira) tahun ini adalah sesuatu yang istimewa. Akhirnya berani mengambil keputusan untuk mengganti ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk selanjutnya. Selain itu juga biaya Pemira menyentuh angka di atas 50 juta rupiah. Sungguh angka yang fantastis untuk Pemira tahun ini. Angka 50 juta ini jika dibagi untuk mahasiswa angkatan 2017 setara dengan 55 orang membayar SPP. 

 

Pemira tahun ini bisa dikatakan berbeda dari tahun sebelumnya, karena akan menerapkan basis teknologi modern pada tahun 2010. Mungkin saja angka 50 juta ini dicapai karena harus membiayai teknologi modern bernama e-pemiraunindra.com itu sendiri. Sebuah website canggih yang sungguh-sungguh sederhana, tapi lebih mirip seperti e-commerce

 

Jika dibandingkan, harga website lpmprogress.com ini perbedaannya sekitar 11 kali lipat dengan harga pembuatan website Progress yang memakan biaya 3,5 juta. Jadi bila dihitung harga website e-pemiraunindra.com ini 3,5juta dikalikan dengan 11, segitu kira-kira harga pembuatannya. 

 

Sebagai penikmat teknologi website dari tampilan front end, website e-pemiraunindra.com sungguh eye catching bagi pemuda angkatan '66. Kesannya terlalu kaku, mungkin saja karena seleranya vintage. Serasa masuk dunia e-commerce tahun 2010, ketika pembayaran masih menggunakan rekening bersama. Tampilan website yang sederhana dengan fitur minimalis ini memang memudahkan siapapun termasuk bagi kaum baby boomer untuk memilih. Mungkin tampilannya memang menyesuaikan kaum baby boomer sehingga memudahkan memilih calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U) nanti. Tapi memangnya ketua BEM-U kita nanti mahasiswanya dari kaum baby boomer

 

Sejauh ini pembahasan Pemira hanya diketahui oleh mahasiswa yang berorganisasi atau pernah mengikuti organisasi saja. Terlihat dari akun Instagramnya yang baru memiliki followers 500an orang. Padahal jumlah mahasiswa Unindra masih 60 kali lipatnya atau setara 30ribu mahasiswa. Jika itu adalah akun sebuah perusahaan, sepertinya butuh team content strategis, marketing dan konsultan bisnis yang handal. Tapi memang itu gunanya panitia mencapai 50 orang itu. Kalau sudah begitu masih sedikiti pemilihnya, rasanya malu. Ingat! kalian sudah mengikuti Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) lho, masa tidak bisa efektif dan efisien?

 

Selain itu, pertanyaan soal kenapa Pemira diadakan tahun ini juga perlu dipertanyakan sebenarnya. Apa bedanya bulan Desember 2020 lalu dengan bulan Juni 2021 ini? Secara waktu dan nama tentu saja berbeda. Tapi ini soal apa sebenarnya? Kok saya merasa bahwa tidak ada bedanya. Covid masih ada dan daring terus berlanjut. Kalau memang ingin dibuat sistem online, seharusnya Desember 2020 lalu itu bisa dilaksanakan. Dengan waktu 9 bulan cukup rasanya menyediakan sumber dayanya. 

 

Meskipun saat itu ketika ditanya kepada pihak lembaga, mengapa mengalami perpanjangan; karena belum melakukan Pelatihan Regenerasi. Lucunya jawaban ini keluar setelah banyak hal yang terlewati, semisal aksi di bawah jembatan Pasar Rebo; aksi tolak Omnibus Law; doa bersama di depan gerbang dan masih banyak lagi. Rasa-rasanya omongan para lembaga serta aktivis kampus yang ada di BEM-U dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) ini seperti banyak likunya sampai bisa diputar ke mana-mana. 

 

Baiklah, kita kesampingkan dahulu soal itu. Mari kita bahas lagi soal teknologi seharga SPP 55 mahasiswa angkatan 2017 yang mereka punya itu.

 

Husnudzon saya tentang website itu ada pada sistem penyimpanannya ya. Seperti diketahui bahwa data mahasiswa jika dihitung keseluruhan yaitu 30-ribuan mahasiswa. Mungkin saja ini yang membuat harga websitenya jadi mahal. Tapi aneh juga, jika bicara mengenai penyimpanan data. Karena harga penyimpanan cloud google drive sebesar 20 Terabyte (TB) atau sama dengan 20.000 Gigabyte (GB) itu hanya 2,7 juta rupiah. Mungkin saja yang membuat websitenya membutuhkan banyak orang karena kerumitannya, sehingga budgetnya sampai 40 jutaan. 

 

Selain itu, betapa optimisnya para petinggi yang mulia dipersembah pimpinan organisasi mahasiswa yaitu BEM-U dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang dipersembah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM-F), Unit Aktivitas Mahasiswa (Unitas) dan Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM), kecuali LPM Progress dalam menyongsong Pemira kali ini. Jika memperhitungkan 30 ribu mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) akan memilih dalam waktu 4 hari. Website Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) saja down yang diakses oleh 2000an orang secara bersamaan, mungkin berbeda dengan website e-pemiraunindra.com ini (barangkali).

 

Melihat sejarah singkat selama tahun 2017 hingga tahun 2019 kemarin. Daftar pemilih yang berpartisipasi di Pemira tidak sampai menyentuh angka 13%, karena saya menganggap pernah menyentuh 10%. Artinya apa? Artinya tidak ada yang mengerti fungsi dan tujuan Pemira. Itu saja sudah termasuk kesalahan sistem, yaitu sistem terdahulu yang masih kalian daku-daku sebagai sistem terbaik yang membawa nama keluarga. 

 

Ada ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ketua Bawaslu dari anggota non-aktif BEM-U dan DPM saja sudah aneh. Kok bisa dangkal sekali cara berpikirnya, serasa politisi yang sedang membodohi rakyat. Menganggap rakyat selalu tidak tahu. Padahal ketidaktahuan konstituen adalah bukti bahwa sistem yang berjalan gagal. Kalian tidak mampu membuat konstituen terlibat dalam skala besar saja itu adalah bukti kalian gagal dan tidak sanggup. Eits, jangan gunakan dalih aksi massa mahasiswa Unindra terbanyak. Karena itu tidak ada hubungannya, tanya sama uang yang didapat ketika reformasi dikorupsi. 

 

Baiklah untuk membedah kebobrokan ini, akan saya lanjutkan tulisan untuk mahasiswa umum lainnya pada tulisan selanjutnya. Dengan ini juga saya menyerukan #BOIKOTPEMIRA #MEMILIHUNTUKTIDAKMEMILIH

 

 

Penulis: Yazid Fahmi

Editor: Ainur Rofiqoh