Kriminalisasi Dua Petani Sumut, Apakah Sawit Lagi?

Kriminalisasi Dua Petani Sumut, Apakah Sawit Lagi?

Keterangan foto: Syamsul (baju hitam) dan Samsir (baju putih). Sumber: Istimewa/Irul

 

LPM Progress — Kriminalisasi terhadap dua petani dari kelompok Tani Nipah terjadi pada Senin (10/2), dengan tuduhan telah melakukan tindak pengeroyokan. Syamsul Bahri, ketua kelompok Tani Nipah dan Samsir, salah satu anggota kelompok Tani Nipah Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mendapat surat panggilan dari Kepolisian Sektor Tanjung Pura atas pengaduan dari Harno Simbolon. Syamsul dan Samsir diminta hadir pada Rabu (10/2) untuk dimintai keterangan selaku tersangka dalam tindak pengeroyokan atau penganiayaan yang dilakukan pada 18 Desember 2020.

Mengutip dari Siaran Pers Gerakan Penyelamatan hutan Mangrove Pantai Timur Langkat (GEMPITA), kronologi tindak pengeroyokan ini berawal pada Jumat, 18 Desember 2020. Ketika itu, kelompok Tani Nipah sedang melakukan gotong royong di areal perhutanan sosial yang mereka kelola atas dasar Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan.

Saat itu, mereka sedang merehabilitasi paluh (pusaran air), kemudian datang dua orang laki-laki bernama Harno Simbolon dan Amad (oknum perusahaan). Syamsul yang saat itu sedang ikut dalam kegiatan tersebut bertanya maksud dan tujuan Harno datang ke wilayah kelompok Tani Nipah. Terlebih, Harno mengambil foto-foto kegiatan Tani Nipah yang sedang bergotong royong.

Mendengar percakapan Syamsul dan Harno, anggota yang lain kemudian mendekati Syamsul. Hal tersebut membuat Harno berjalan menjauh sekitar 20 meter dan menelpon Ismail, mengatakan dengan suara yang keras bahwa ia dipukuli, dan kemudian Harno menceburkan dirinya ke sungai.

Mengutip dari metrolangkat-binjai.com, saat kejadian tersebut, kelompok Tani Nipah kemudian memberikan pertolongan, agar Harno tidak tenggelam.

“Dia [Harno] mau menyebrangi sungai, tapi cepat kita kasih pertolongan, supaya pelapor [Harno] itu gak tenggelam, dan kemudian kita evakuasi ke gubuk di tepi sungai dengan menggunakan boat,” ujar Ponirin, Sekretaris kelompok Tani Nipah (10/2).

Anggota kelompok yang menyelamatkan Harno kemudian meminta klarifikasi mengenai pengakuan Harno sebelumnya yang menyatakan bahwa ia dipukuli. Atas permintaan itu, Harno pun mengakui bahwa ia tidak dipukuli oleh kelompok Tani Nipah. Pernyataan tersebut direkam melalui video handphone anggota kelompok Tani Nipah.

“Pernyataan pelapor [Harno] itu pun kita rekam, dan dirinya membuat pernyataan itu tanpa ada paksaan dari siapapun,” ungkap Ponirin seperti dilansir dari metrolangkat-binjai.com.

Harno Simbolon diduga merupakan pekerja dari perusahaan yang memiliki 65 hektar lahan sawit yang berada di lokasi areal perhutanan sosial kelompok Tani Nipah. Penanaman sawit yang dilakukan oleh perusahaan tersebut diduga ilegal, karena berada dalam kawasan hutan yang saat ini tengah dilakukan penjarangan oleh kelompok Tani Nipah.

Beberapa organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pun ikut mengadvokasi kasus yang menjerat Syamsul dan Samsir, seperti GEMPITA, Yayasan Srikandi Lestar, LBH Medan, WALHI Sumut, PNTI, KNTI Langkat, dan Fosil Free Langkat. Mereka mendesak agar Syamsul dan Samsir yang merupakan pejuang lingkungan dan hutan segera dibebaskan dari tuduhan tersangka yang dilakukan oleh Polsek Tanjung Pura, serta mengusut otak di balik tuduhan palsu yang dilakukan Harno Simbolon.

Selain itu, mereka pun meminta agar kelompok masyarakat yang melakukan penyelamatan lingkungan dan pemulihan kawasan hutan pesisir pantai timur untuk dilindungi, serta mengadili para pengrusak lingkungan, termasuk pengusaha yang menghancurkan hutan mangrove, melakukan perambahan, dan melakukan alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit.

 

 

Penulis: Astin Kho

Editor: Shalsa Bila Inez Putri