Kualitas Udara Jakarta Perlu Perbaikan, Bondan Andriyanu: Pencemaran Udara Butuh Ketegasan dari Pemerintahan

Kualitas Udara Jakarta Perlu Perbaikan, Bondan Andriyanu: Pencemaran Udara Butuh Ketegasan dari Pemerintahan

Sumber gambar: klikhijau.com

 

LPM Progress — Sejalan dengan pesatnya pembangunan di kota Jakarta, jumlah kendaraan bermotor dan mobil pun juga mengalami peningkatan. Semakin banyak kendaraan yang beroperasi, maka akan menyebabkan peningkatan pada konsentrasi pencemarannya sehingga dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan manusia dan memengaruhi kualitas udara apabila melebihi ambang batas yang ditentukan.

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan segera menerapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yang merupakan revisi dari Pergub Nomor 92 Tahun 2007, artinya setiap kendaraan berusia diatas 3 tahun yang ada di ibu kota diwajibkan lulus uji emisi.

Menurut Yusiono selaku Kepala bidang (Kabid) Pengendalian DLH DKI Jakarta menerangkan uji emisi merupakan salah satu upaya untuk dapat mengendalikan pencemaran udara di DKI Jakarta, khususnya kendaraan bermotor. 

"Kita bisa memastikan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor tersebut apakah bagus atau tidak. Apabila kondisinya bagus, maka mereka telah berkontribusi dalam meningkatkan kualitas udara yang ada di Jakarta. Namun, apabila hasil uji emisi itu jelek, perlu melakukan perawatan agar emisi yang dikeluarkan pun bagus sehingga pencemaran udara bisa ditekan," ujar Yusiono, (21/01).

Kondisi ini terjadi lantaran moda transportasi darat yang diklaim menjadi penyumbang polusi terbesar di Jakarta, selain itu pengguna kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta selalu meningkat setiap tahunnya. 

“Uji emisi sudah mulai kami lakukan dari bulan November tahun kemarin. Kita sudah lakukan sebanyak 34 kali dan kemudian rutin kami lakukan itu dari November, Desember, dan Januari. Ini reguler di kantor, kami tetap lakukan,” ujar Yusiono. 

Yusiono menambahkan, untuk pelayanan kegiatan uji emisi gratis secara reguler tetap terus ditenagakan. Jadwal dikeluarkan setiap bulan dan sudah dilakukan tiga bulan ini secara berkala, tetapi untuk bulan Februari kita belum membuat jadwalnya.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyatakan 75% penyebab polusi udara di ibu kota ialah emisi kendaraan bermotor. Oleh karena itu, DLH DKI Jakarta sangat berharap agar masyarakat dapat mengikuti uji emisi ini. Dengan begitu masyarakat dapat mengetahui kondisi kualitas kendaraan miliknya dari hasil proses pembakaran bahan bakar pada mesin.

Mengutip dari statistik.jakarta.go.id, selama tahun 2020 periode Januari-Juni sebanyak 3.869 kendaraan sudah melakukan uji emisi. Hasilnya, sebanyak 3.771 kendaraan dinyatakan lulus uji emisi dan 98 tidak lulus. Sehingga dari awal tahun 2021 kendaraan yang uji emisi sudah semakin bertambah.

Yusiono menyampaikan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang telah diuji emisi sudah lebih dari 14 ribu kendaraan.
“Yang kami bisa sampaikan itu adalah dari jumlah. Ada radio jumlah yang melakukan uji emisi, yang kami lakukan Januari sampai dengan hari ini itu mencapai lebih dari 14 ribu kendaraan,” ucap Yusiono, (25/01).

Bonda Andriyanu, pengkampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia juga menjelaskan mengenai pencemaran udara. 

“Masalah utama adalah pemerintah yang belum serius menangani polusi udara. Karena menangani permasalahan ini harus dilihat dari sumber data-data sains ilmiah, salah satunya dari jakarta.cleanair.id. Ketika sudah ada data yang reguler, setiap tahun seharusnya ada langkah nyata yang dilakukan pemerintah, mulai dari DKI Jakarta sampai nasional. Sumber data emisi seharusnya dipublish secara reguler setiap tahun, kemudian ada kebijakan yang diambil karena sudah jelas sumber pencemaran udara mana saja dan sesiknifikan apa berkurangnya untuk itu, bisa dilakukan revisi riset mengenai emisi sumber pencemarannya pada tahun depan,” terang Bondan saat diwawancarai via Google Meet, (25/01).

Bondan juga menambahkan peraturan mengenai polusi udara yang sampai saat ini masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 dan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Regulasi ini juga mengarah pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 45 Tahun 1997. Namun, ketika digugat oleh Greenpeace Indonesia tahun 2019 terkait pencemaran udara, pada tahun 2020 baru ada revisi sehingga keluar Permen LH Nomor 14 Tahun 2020 dan terdapat perbedaan ISPU yang sebelumnya, yaitu belum mencantumkan partikulat (PM2.5). Jadi, ISPU hanya mengukur parameter partikulat (PM10), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), karbon dioksida (CO2), dan ozon (O3). Sekarang hasil revisi tahun 2020 ditambah pengaturan bahwa parameter yang di ukur salah satunya adalah partikulat (PM2.5).

"Karena pencemaran udara butuh ketegasan dari pemerintahan bahwa bagaimana cara mengendalikan itu harus ada payung hukumnya, kemudian identitas yang jelas, dan masyarakat harus mematuhinya," ungkap Bondan Andriyanu.

 

Penulis : Pradito

Editor   : Putri Rizki Ramadhani