Mengulik Regulasi Industri Kreatif Yang Minim Kesejahteraan
Sumber gambar: hukumonline
LPM Progress – Industri kreatif atau ekonomi kreatif merupakan suatu bidang pekerjaan yang membutuhkan kreativitas tinggi untuk bisa berpikir dari sudut pandang yang berbeda sehingga dapat menghasilkan ide-ide kreatif dalam menciptakan karya baru serta mampu menyelesaikan masalah. Di Indonesia saat ini, pekerjaan industri kreatif atau ekonomi kreatif sering disebut sebagai pekerja lepas (freelance) yang menjadi sorotan dikarenakan penyumbang nilai yang signifikan dalam perkembangan perekonomian nasional.
Hal tersebut berdasarkan data Ekonomi Kreatif yang diterbitkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada laman kemenparekraf.go.id tahun 2023 menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi kreatif terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Nasional mencapai Rp1134,9 triliun. Kemudian pada tahun 2021, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja ekonomi kreatif cenderung mengalami kenaikan sebesar 5,29 persen per tahun, dari 18,76 juta orang di tahun 2018 hingga mengalami kenaikan mencapai 21,90 juta orang pada tahun 2021.
Dengan meningkatnya jumlah pertumbuhan tenaga kerja ekonomi kreatif dan kontribusinya yang besar dalam PDB Nasional, sayangnya masih banyak pekerja ekonomi kreatif yang tidak mendapatkan kesejahteraan, terutama pada waktu yang relatif lebih panjang dari pekerja pada umumnya. "Pada tahun 2018, kami melakukan riset di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Ternyata banyak pekerja lepas yang tidak memiliki kontrak kerja, sehingga banyak dari mereka yang mendapatkan upah tidak tepat waktu dan jam kerja relatif panjang," ujar Bimo Aria Fundrika saat diwawancarai melalui Google Meeting pada Kamis (24/8).
Dalam Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2003 pasal 77 berisi dua sistem jam kerja, yaitu 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja.
Sehingga yang terjadi pada pekerja lepas adalah jam kerja hingga 48 jam dalam satu minggu. Padahal terdapat peraturan jelas yang mengatur pekerja ekonomi kreatif sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jika dilihat dari hukumnya, pekerja ekonomi kreatif atau freelance masuk ke dasar hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023 yang dikaitkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.
Dalam hal ini, menurut Bimo Aria Fundrika UU Cipta Kerja No.6 Tahun 2023 yang dikaitkan dalam PP 35 Tahun 2021 belum bisa mempertegas dan menguatkan para pekerja lepas akan kesejahteraan mereka karena dirasa membuat situasi atau hubungan kerja menjadi lebih rentan. Hal tersebut disebabkan Undang-Undang memuat batasan bahwa PKWT dibuat dan diperpanjang paling lama 5 Tahun sedangkan dalam UU Tenaga Kerja yang lama bahwa PKWT paling lama 3 Tahun. Bimo juga menambahkan pekerja lepas juga tidak memiliki jaminan sosial seperti Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang seharusnya jaminan sosial tersebut diberikan oleh pemberi kerja kepada tenaga kerjanya.
"Sebetulnya kalau di Undang-Undang sendiri itu adalah hal yang wajib didaftarkan oleh pemberi kerja atau pengusaha ke tenaga kerjanya. Karena statusnya sebagai freelancer ini banyak teman-teman yang tidak mendapatkan perlindungan itu," ujar Bimo.
Selain itu, terkait hak karya intelektual pun tak sedikit yang mengalami ‘pencurian’ di mana pekerja lepas membuat desain untuk satu proyek yang nantinya akan digunakan untuk produk lainnya atau misalnya sebagai penetapan produk kepada pemberi kerja tetapi tidak adanya perekrutan sebagai pekerja.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Bimo menyatakan bahwa Sindikasi membuat format pedoman kerja freelance. Pedoman kerja freelance berisi tentang mengatur hak dan tanggung jawab, ruang lingkup kerja, upah, dan juga hak karya intelektual yang bertujuan sebagai rekomendasi untuk para pekerja lepas supaya dapat mengatur hak intelektual dan mendorong mereka agar bisa menerapkan hubungan kontrak. Selain itu, pedoman kerja freelance ini juga berfungsi sebagai negosiasi apabila tidak adanya kontrak kerja.
"Walaupun banyak pemberi kerja yang tidak menggunakan kontrak kerja, tetapi kami mengusulkan supaya digunakan sebagai negosiasi," ujar Bimo.
Wartawan: Ainur Rofiqoh & Rahmaa Alawiyah
Penulis: Rahmaa Alawiyah
Editor: Helmi Rafif