Negara Abaikan Kasus, KontraS : Kasus Munir Terancam Kedaluwarsa.
Ilustrasi oleh Dinda Amelia Zahra
LPM Progress — Usianya belum genap 40 tahun, lahir pada 8 Desember 1965 dan ditemukan tak bernyawa di pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974 menuju Amsterdam pada 7 September 2004, ia meninggal akibat diracun.
Indonesia telah kehilangan aktivis pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang namanya masih memberikan napas panjang untuk para aktivis pejuang HAM di era kini — Munir Said Thalib, tewas karena benar.
Semasa hidupnya, semangat Munir sangat berapi-api dalam membela petani, para buruh, dan mahasiswa sekalipun. Melakukan pendekatan, bergaul dengan para buruh, agar memahami penderitaan yang dialami oleh para buruh. Suatu ketika pada masa akhir kuliahnya, Munir membela para petani yang terlibat kasus sengketa lahan dengan kampusnya, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Pihak kampus berencana memperluas area kampus dengan menggusur lahan milik petani, kemudian Munir mengkoordinir para petani untuk berdemo demi mempertahankan hak mereka, sampai akhirnya para petani menang, dan perluasan lahan kampus pun dibatalkan. Dari kasus pertama ini, Munir terus tumbuh membela kaum buruh, petani, dan mahasiswa. Pembelaan pada ketiga hal tersebut kerap kali mendapat tindak represif dari rezim otoriter, hingga berujung ia wafat karena merebut hak-hak yang dirampas.
Sudah 16 tahun meninggalnya Munir, seruan “September Hitam” bertebaran di berbagai kanal media sosial, sebagai seruan menolak lupa atas wafatnya aktivis HAM tersebut, hal ini menjadikan testament bahwa negara masih berhutang atas penyelesaian kasus kematian Munir.
Sumber gambar : Twitter @KontraS, 7 September 2020
Mengutip dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan ( KontraS) di laman Twitternya pada 7 September 2020, bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), sedang menyampaikan Legal Opinion (LO) kepada Komnas HAM, terkait kasus pembunuhan Munir adalah pelanggaran HAM berat, untuk kemudian dituntaskan oleh Negara.
Ketua Komnas Ham, Ahmad Taufan Damanik menyatakan bahwa LO yang disampaikan oleh KASUM akan dibawa ke rapat paripurna dan mengupayakan keadilan bagi kasus pembunuhan Munir.
KontraS juga mengatakan bahwa dua tahun lagi, kasus Munir terancam kedaluwarsa sebab diabaikan negara. KASUM dan sejumlah organisasi HAM mendesak negara untuk memasukan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat dan segera diselesaikan hingga ke tataran dalang dibalik pembunuhan Munir 16 tahun yang lalu.
Upaya demi upaya terus dilakukan demi mengungkap tabir kematian seorang pegiat HAM — Munir, perjuangannya begitu penting bagi keberlangsungan nilai HAM bagi warga Indonesia. Namun lambatnya negara dalam menegakan keadilan akan kasus Munir, menyisakan tanda tanya besar terhadap publik.
Penulis : Pragha Mahardhika Tamir.
Editor : Nurulita