Upaya Penyelamatan Bumi di Kampung Iklim Lenteng Agung
Upaya Penyelamatan Bumi di Kampung Iklim Lenteng Agung
Upaya Penyelamatan Bumi di Kampung Iklim Lenteng Agung

Upaya Penyelamatan Bumi di Kampung Iklim Lenteng Agung

Akhir-akhir ini, kondisi bumi semakin memprihatinkan dengan adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh banyaknya gas rumah kaca. Kini masyarakat di tingkat wilayah kecil seperti RW pun tak tinggal diam. Mereka mampu menjadi pahlawan lingkungan melalui program "Kampung Iklim".

Kalimat terakhir di paragraf pembuka, tentu bukan isapan jempol belaka. Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah kampung iklim yang ada di RW 09, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ketika saya mengunjungi kampung iklim tersebut, ternyata sudah terlihat antusiasme warga dalam melestarikan alam.

Hal ini dibuktikan dengan kondisi lingkungan yang terlihat bersih karena tidak ada sampah yang berserakan dan juga terlihat asri berkat tanaman-tanaman yang terpajang di beberapa tepi jalan di kampung ini. Selain itu, terdapat beberapa coretan mural berisi pesan-pesan terkait lingkungan serta kampanye perhelatan akbar Asian Para Games yang semakin menambah semarak suasana kampung tersebut.  

 

 

Menurut Imron, salah satu penggerak Kampung Iklim RW 09 Lenteng Agung, kampung penyelamat bumi tersebut dibentuk tahun 2016, tepat ketika program kampung iklim sedang digencarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada saat itu, pemerintah sedang menggencarkan langkah-langkah yang dinilai ampuh dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin parah, yaitu dengan menggerakan masyarakat dari tingkat wilayah terkecil. Daerah ini merupakan salah satu lokasi tempat terlaksananya program tersebut. 

Di kampung iklim terdapat beberapa program. Salah satunya adalah program pengelolaan sampah. Di sana, sampah-sampah dipisahkan dan dikelola sesuai jenisnya. Untuk sampah organik (seperti sisa-sisa sayuran) akan diolah menjadi pupuk kompos, sampah anorganik (seperti plastik) akan dikelola oleh bank sampah milik kampung iklim ini, sementara sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun seperti mesin bekas) akan diserahkan kepada pihak suku dinas kebersihan setempat.

 

 

Cara kerja bank sampah di sana sama seperti bank sampah lainnya, yaitu menerima setoran berupa sampah yang sudah dikumpulkan. Namun, khusus di Kampung Iklim Lenteng Agung, uang yang merupakan hasil penukaran dengan sampah tidak langsung dicairkan seperti bank sampah lainnya, melainkan dapat dijadikan saldo yang nantinya dapat digunakan untuk berbelanja sembako di warung yang terdapat di kampung tersebut.

"Di sana kita punya kios yang terintegrasi. Nah, di kios itu ada sembako. Dari nominal yang dia punya, dia bisa ambil sembako disitu. Nanti dikurangi dari saldonya" kata Imron.

Manfaat dari pengelolaan sampah-sampah tersebut mulai terasa. Hal ini terbukti dengan berkurangnya jumlah pengiriman sampah ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang dari yang sebelumnya 2 kali dalam seminggu menjadi 2 - 3 kali dalam sebulan. Dengan berkurangnya jumlah pengiriman tersebut, beban yang ditanggung Pemprov DKI Jakarta menjadi berkurang terkait volume sampah yang terkirim ke TPA raksasa tersebut.

Perlu diketahui, Pemerintah DKI pernah berkonflik dengan Pemerintah Kota Bekasi karena keresahan masyarakat pada salah satu kota penyangga Jakarta terhadap banyaknya jumlah volume sampah yang dikirim ke Bantar Gebang dapat memicu timbulnya penyakit juga bau yang tidak sedap. 

Di sana, pengolahan limbah juga turut digencarkan. Yaitu dengan dibangunnya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang menggunakan bakteri aerob (dapat bermetabolisme dengan bantuan oksigen) dan bakteri anaerob (dapat bermetabolisme tanpa bantuan oksigen) sebagai penjernih air limbah tersebut. Satu unit IPAL mampu menjernihkan limbah dari kurang lebih 48 kepala keluarga. Secara keseluruhan, sudah terdapat empat unit IPAL yang beroperasi di kampung iklim ini.

Selain itu, terdapat pula program urban farming, yaitu kegiatan bercocok tanam yang dilakukan di daerah perkotaan. Dikarenakan dilakukan di lahan yang sempit, maka teknik penanaman yang digunakan adalah teknik hidroponik. Tanaman yang dihasilkan menambah keasrian di kampung. Selain itu, hasil panennnya dapat menambah keuntungan secara ekonomis bagi masyarakat.   

Tak hanya di permukiman, di sekitar daerah aliran Sungai Ciliwung pun turut pula dibenahi. Taman hijau dengan jogging track dan saung pun menjadi hasil dari pembenahan tersebut. Hal ini turut pula mendukung upaya pemerintah dalam melestarikan alam di sepanjang daerah aliran sungai.

Jerih payah dalam membangun kampung iklim ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Namun, kemauan dari masyarakatlah yang membuat Kampung Iklim Lenteng Agung menjadi lebih berkembang.

"Sebelum kita ke orang lain, kita perbaiki diri sendiri," ujar Imron.

 

Penulis: Alfat Tanjung

Editor: Rara