Aksi Aliansi Pendidikan Gratis : Mahkamah yang Baik Adalah Mahkamah yang Mendukung

Aksi Aliansi Pendidikan Gratis : Mahkamah yang Baik Adalah Mahkamah yang Mendukung

Sumber gambar: Dok/LPM Progress/Egi Diva Putra

 

 

LPM Progress - Kamis (11/07), Telah berlangsung aksi menuntut pendidikan gratis yang diselenggarakan oleh Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS) di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat dengan tema "Mahkamah yang baik adalah Mahkamah yang mendukung". Aksi ini dihadiri oleh Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS), Forum Peduli masyarakat Ngepung (FPMN), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta selatan, beberapa buruh dan mahasiswa. APATIS merupakan aliansi gabungan dari organisasi-organisasi ekstra, beberapa Universitas seperti Badan Ekslusif Mahasiswa (BEM), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai tim hukum. 

APATIS membawa beberapa tuntutan untuk mengecam keras komersialisasi pendidikan agar kembali merujuk kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diamanatkan Konstitusi, yaitu memberikan 20% untuk pendidikan Indonesia. Adapun beberapa tuntutan yang dibawakan pada aksi ini:
1. Cabut Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
2. Kembalikan rumus Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah yaitu Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum (BPPTNBH) bersifat wajib atau pihak lain yang membiayainya. 
3. Tingkatkan sekurang-kurangnya dua kali lipat anggaran BOPTN dan BPPTNBH, lalu dialokasikan untuk memberi subsidi tarif UKT mahasiswa yang bersumber dari APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 
4. Mewajibkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menerapkan UKT golongan 1 (atau nol rupiah) dan UKT golongan 2 (500.000 s/d 1.000.000 rupiah) pada mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi sekurang-kurangnya 40% dari seluruh populasi mahasiswa di suatu PTN, di luar mandat program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dan beasiswa. 
5. Kembalikan pungutan tunggal dalam sistem UKT dengan melarang penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di Universitas, termasuk segala pungutan di luar UKT (seperti pungutan Kuliah Kerja Nyata (KKN), Kuliah Kerja Lapangan (KKL), praktikum, yudisium, wisuda, dsb). 
6. Terapkan kebijakan tarif UKT regresif (tarif yang mengalami penurunan nominal secara periodik) sekurang-kurangnya 10% setiap tahun untuk diberlakukan ke semua PTN disertai penambahan BOPTN.
7. Terapkan indikator penempatan mahasiswa dalam golongan UKT secara nasional dengan mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu sekurang-kurangnya kemampuan ekonomi dan jumlah tanggungan keluarga/wali mahasiswa. Indikator tersebut harus diumumkan secara transparan kepada publik.
8. Batalkan seluruh kerja sama pinjaman dana pendidikan (student loan) antara perusahaan lembaga keuangan (perbankan maupun perusahaan pinjaman online) dengan perguruan tinggi. 
9. Menganggarkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) pada semua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bersifat nirbala pada mahasiswa PTS yang kurang mampu secara ekonomi. 
10. Wajibkan perguruan tinggi untuk melibatkan civitas akademika seperti mahasiswa, dosen dan pekerja kampus secara terbuka dalam setiap perencanaan, perumusan dan pengambilan kebijakan perguruan tinggi yang berdampak pada civitas akademika. 

Jelo selaku koordinator lapangan aksi APATIS hari ini mengungkapkan bahwa APATIS bergerak karena negara dianggap abai dalam melaksanakan dan mendistribusikan pendidikan gratis. Karena pendidikan saat ini telah diliberalisasikan menjadi komoditas di pasar, sehingga kenaikan UKT sebagai akibat dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap pendidikan.

Sekar selaku anggota APATIS, menyatakan telah mengirimkan nomor registrasi permohonan pendidikan gratis pada tanggal 13 Juni 2024 lalu kepada Mahkamah Agung yang seharusnya diproses dalam kurun waktu 14 hari. Ternyata, nomor registrasi dari permohonan uji pemateri tersebut baru tersampaikan kemarin, 10 Juli 2024.

"Target APATIS setelah ini, kami tidak akan diam saja dan tidak akan jadi mangsa yang cair. Kami akan datang ke kampus-kampus, namanya panggilan pendidikan. Seperti melakukan road show, ada tahlilan pendidikan untuk menyebarkan mengenai agitasi, kajian dan mengajak seluruh mahasiswa dan elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengirimkan amicus curiae," ungkap Sekar.

Menanggapi pernyataan salah satu pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud) terkait kuliah merupakan kebutuhan tersier dalam rapat kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Jelo menyatakan bahwa yang dimaksud tersier berarti barang mewah atau sesuatu yang tidak bisa terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.  

Menurutnya, argumentasi tersebut dapat diterima apabila anak-anak lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa mendapatkan kerja dengan upah gaji yang memenuhi standar Kehidupan Layak (KHL). Sedangkan, banyak ditemui saat ini ialah standarisasi penerimaan pekerja harus memenuhi kriteria yang semakin tinggi dan ketenagakerjaan yang rentan terkena Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK). Hal tersebut sebagai bentuk konkrit bahwa negara tidak mau bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan yang merata.

Jelo juga memberi tanggapan terhadap wacana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait pinjaman dana pendidikan (student loan) kepada perusahaan pinjaman online, "Di Amerika aja gagal sebagai negara maju, gimana Indonesia?" ujar Jelo.

Selanjutnya, pihak APATIS memberikan seruan kepada seluruh massa aksi untuk menyampaikan kabar baik kepada kawan-kawan kampus terkait nomor registrasi yang telah diterbitkan oleh MA. Dan aksi ini ditutup dengan menyanyikan lagu internasionale oleh Aliansi Pendidikan Gratis.

 

 

Wartawan: Egi Diva Putra

Penulis : Alya Layla Yunus

Editor : Rahma Alawiyah