Sejumput Perbedaan Ramadan Akibat Corona
Sumber Gambar : www.shutterstock.com
LPM Progress - “Ramadan tiba.. Ramadan tiba, tiba-tiba Ramadan!” jangan dibaca sambil bernyanyi, karena ini bukan lagu.
Ini saatnya kecewa, seperti kekecewaan karena dosen "tak ada" akhlak—beliau tidak masuk, padahal mahasiswanya sudah di kampus sejak pukul tujuh pagi.
Ramadan tahun ini datang di waktu yang terduga, karena memang setiap tahunnya Ramadan datang setelah bulan Sa’ban.
Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya Ramadan kali ini datang di saat pandemi, membuat kita tak bisa gigit jari karena takut virus biadab itu masuk ke dalam tubuh penggemar seblak ini.
Pandemi membuat Ramadan tak seasik Ramadan-ramadan sebelumnya, hingga membuat sebagian orang merana dibuatnya. Terutama untuk para fakboy dan fakgirl. Gara-gara ini pandemi, harapan para fakboy dan fakgirl untuk melihat bidadari dan pangeran rupawan yang hanya terlihat saat tarawih, sirna.
Bukan hanya fakboy dan fakgirl yang kecewa karena tak dapat tarawih berjamaah di masjid. Tapi juga bocah bangor yang jika tarawih selalu bercanda. Bagi mereka, tidak tarawih di masjid artinya tidak dapat saling menginjak kaki bocah bangor lainnya. Bukan hanya itu, kegiatan saling lempar peci dan saling dorong mendorong yang diperparah teriakan amin yang paling keras pun tiada.
Ketiadaan tarawih berjamaah di masjid juga merupakan berkah yang melimpah bagi para bocah, karena tugas wajib spesial tarawih yaitu mengisi buku tarawih juga tidak ada. Selain tidak dapat tarawih berjamaah, Corona ini juga menyebabkan salat subuh berjamaah ditiadakan.
Sekarang, bocah tak berakhlak yang terkena dampaknya. Bocah yang hanya salat subuh berjamaah untuk menertawakan orang yang langsung sujud saat imam membacakan do'a qunut, kini hanya bisa senyam-senyum membayangkannya.
Ketiga, ada Anak Baru Gede (ABG) sok kekinian yang terkena dampaknya. ABG yang baru mandi saat sore ini, tidak dapat tampil full bedak dan update story Instagram saat ngabuburit, karena harus di rumah aja. Imbasnya taman, situ dan fly over pun akan sepi dari para ABG ini.
Lalu yang ke empat, ada abang-abang berkeyakinan “Puasa jika mau” yang kini dibuat kicep, tak dapat memakan ikan lele yang dicampur orek sambil mengayunkan kaki dibalik gorden Warung Tegal (Warteg) kesayangan. Warteg yang sekarang tutup karena omzetnya pun merosot akibat Corona.
Selanjutnya, sebuah grup Whatsapp yang terkena dampaknya. Grup Whatsapp Sekolah Dasar (SD) akan sepi dari pembahasan halu tentang bukber. Mulai dari percakapan basa-basi ngabuburit bareng, sampai pertanyaan yang tak dapat ditemukan jawabannya seperti “Jadi kapan kita bukbernya?” dan ajakkan liburan bareng yang hanya berakhir dengan do'a klasik “Semoga lain kali pada bisa yak,"
Terakhir, bocah yang mahir memanfaatkan kesempatan terkena dampaknya. Bocah yang keliling kampung saat lebaran hanya untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) lebih banyak ini, harus mengubur keinginan maraup pundi-pundi rupiah yang berlimpah. Bukan hanya tak dapat THR, mereka juga terancam tak dapat baju baru dan tak dapat mencicipi manisnya kue salju.
Ramadan tahun ini memang berbeda dan menyebabkan kepala nyeri karena terlalu banyak rebahan. Tapi jangan salahkan Ramadan, salahkanlah Corona yang tak kunjung hilang. Yang terpenting, ada atau tidaknya Corona, abang tukang seblak tolonglah tetap berjualan.
Penulis : Saefudin
Editor : Nira Yuliana