Seruan Berlawan: Aksi Unjuk Rasa Gerakan Buruh Bersama Rakyat
Sumber gambar: DOK/LPMProgress/Hea Utriani
LPM Progress - Kamis (10/8), telah berlangsung aksi di depan Patung Kuda Arjuna, Jakarta. Aksi ini dihadiri oleh Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) yang terdiri dari serikat buruh, petani, mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Dalam aksi ini terdapat 4 tuntutan yang dibawakan massa aksi, diantaranya; UU Omnibus Law, UU Kesehatan, Pengaturan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) Wujudkan Jaminan Sosial Semesta Sepanjang Hayat (JS3H).
Aksi diawali dengan melakukan long march dari Patung Kuda menuju Gedung Mahkamah Konstitusi pukul 12.07 WIB. Sembari berjalan, massa aksi menyanyikan lagu Buruh Tani dan Halo Bandung. Akan tetapi, perjalanan massa aksi terhenti sejenak di jalan Sarinah, depan Bawaslu, karena ada beberapa massa aksi yang diblokade.
Mistriani Palupi selaku perwakilan dari Aliansi Buruh Laskar Nasional menyebutkan alasan pemblokadean itu terjadi karena pihak kepolisian mengkhawatirkan akan terjadinya kericuhan yang ditimbulkan oleh membludaknya massa aksi.
Terlihat setelah 1 jam kemudian, massa aksi melanjutkan kembali long march. Tetapi karena Istana Negara sudah dipagar dengan kawat duri maka massa aksi memutuskan untuk kembali ke lokasi sebelumnya.
Lukman dari Aliansi Serikat Pekerja Nasional (ASPN) selaku koordinator lapangan daerah Serang-Banten juga menyatakan tujuan dari massa aksi hari ini yaitu untuk mewakili aspirasi rakyat dalam kondisi yang semakin sulit karena kenaikan harga-harga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus terjadi, hingga biaya pendidikan yang semakin mahal.
"Gerakan buruh hari ini adalah untuk menyuarakan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera)," ungkap Lukman.
Lukman menganggap jika Undang-Undang Celaka ini, termasuk Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan adalah pintu masuk bagi perbudakan modern, yaitu outsourcing seumur hidup tanpa jaminan kesejahteraan, jaminan untuk keluarga, dan masa tua.
Alasan dibuatnya Undang-Undang Omnibus Law menurut Lukman terlalu mengada-ada. Alasan pertama, karena tidak ada kegentingan ekonomi. Padahal, kondisi ekonomi dikatakan genting kalau negatif, atau terjadi krisis fiskal dan moneter. Seperti terjadi pada tahun 1998, yaitu minus 12,7 persen, rupiah anjlok dari Rp2.500 menjadi Rp15.000.
Lukman kembali mengatakan alasan kedua untuk penyederhanaan perizinan birokrasi dan lain-lain, supaya tidak tumpang tindih. Hasilnya malah Undang-Undang 1.000 halaman, dengan 500 halaman penjelasan. Ini jelas akan semakin ribet dan membuka peluang sogok-menyogok.
Setelah tiga tahun ternyata tidak ada peningkatan besar di bidang investasi, sela di sektor pertambangan. Negara-negara tanpa Omnibus Law justru mendapat investasi sangat besar, seperti Vietnam, India dan Thailand.
Lukman berharap akan adanya perubahan Undang-Undang terkhususnya Undang-Undang No.13 Tahun 2003 untuk bisa kembali lagi agar menuju kesejahteraan masyarakat, terkhusus untuk para buruh Indonesia.
"Sekarang mah upah PHK termasuk pensiunan cuma setengahnya doang, yang tadinya dua kali sekarang hanya satu kali," tutup Lukman.
Wartawan: Hea Utriani & Galeh Arya
Penulis: Dea Pitriani
Editor: Naptalia