Tagar #STOPDISAYA Menjadi Penyuara
Sebagai salah satu bentuk perhatian dan dukungan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) pada tahun ini, tagar #STOPDISAYA ikut mewakili masyarakat dalam menyuarakan segala keresahan terhadap banyaknya kasus yang menimpa banyak perempuan, khususnya di Indonesia.
Tagar dipilih sebagai salah satu bentuk kampanye melalui media sosial. Hal ini dirasa lebih dekat dengan masyarakat, terutama kalangan milenial. Tagar #STOPDISAYA pun bermakna untuk memutuskan dan mengakhiri segala bentuk kekerasan yang acap kali diterima oleh para perempuan dan sebagai ajang untuk saling menguatkan serta menjaga sesama perempuan, terutama bagi para penyintas.
Hingga kini perempuan di Indonesia masih sangat rentan menjadi korban kekerasan (penyintas). Salah satunya adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), namun tahukah kalian bahwa kekerasan yang dialami perempuan bukan hanya KDRT saja? Latar belakang penyintas ini dialami mulai dari istri, pacar, hingga anak perempuan.
Mari kita pahami mengenai berbagai bentuk kekerasan pada perempuan agar kita dapat ikut andil dalam aksi nyata mulai saat ini dan seterusnya.
Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan secara fisik meliputi pukulan, cubitan, dorongan, tendangan, penyiraman, dan banyak lagi yang bersentuhan langsung dengan tubuh atau fisik penyintas.
Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis merupakan segala bentuk perbuatan yang mengakibatkan ketakutan dan hilangnya rasa percaya diri, serta penderitaan psikis pada seseorang. Kekerasan psikologis juga dapat berupa penghinaan, ancaman ataupun komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan diri orang lain.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan, baik berupa ucapan atau tindakan yang mengarah pada ajakan seksual tanpa persetujuan. Contoh kekerasan seksual bukan hanya paksaan dalam berhubungan intim atau pemerkosaan saja. Beberapa bentuk kekerasan seksual, yaitu intimidasi seksual, perdagangan perempuan, pemaksaan perkawinan dan perbudakan seksual, penyiksaan seksual, kontrol seksual, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, serta pemaksaan menggunakan alat kontrasepsi.
Kekerasan Verbal
Jenis kekerasan ini sering kali dianggap sepele bahkan tanpa disadari sangat sering kita temukan. Kekerasan verbal di antaranya bentakan, menghardik, kata-kata intimidatif, dan godaan. Tak banyak yang tahu bahwa kekerasan verbal dapat memiliki efek yang lebih fatal dibandingkan kekerasan fisik. Dalam kondisi yang sangat parah, penyintas kekerasan verbal dapat melakukan bunuh diri.
Satu lagi bentuk kekerasan atau pelecehan secara verbal yang sangat sering kita jumpai, yaitu catcalling. Catcalling adalah bentuk pelecehan secara verbal dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan jalanan atau street harassment. Panggilan-panggilan, siulan, serta godaan bagi perempuan bukanlah semata-mata lelucon yang bagus untuk ditertawakan. Meskipun tidak terlihat sebagai suatu bentuk kekerasan ataupun pelecehan, hal tersebut adalah hal yang sangat mengganggu dan membuat perempuan merasa direndahkan.
Penghapusan berbagai bentuk kekerasan serta pelecehan terhadap perempuan merupakan tanggung jawab seluruh pihak. Seluruh komponen baik penyintas, pemerintah, aktivis HAM, organisasi-organisasi, gerakan perempuan, maupun masyarakat. Pada umumnya kita harus mampu bekerja sama dan bersinergi dalam upaya melawan kekerasan terhadap perempuan ini.
Penulis : Dhania
Editor : Wandari