Aksi Tolak UU TNI: Demonstran Menuntut Kajian Ulang Dilakukan

Aksi Tolak UU TNI: Demonstran Menuntut Kajian Ulang Dilakukan

Sumber Gambar: Dok/LPMProgress/DaniaSalsabila



 

LPM Progress - Kamis (27/03) Koalisi Masyarakat Sipil kembali melakukan aksi unjuk rasa terhadap penolakan revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (DPR/MPR RI), Jakarta Pusat. Aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil lainnya.

 

Aksi yang dimulai pada pukul 15.41 WIB ini membawa tuntutan penolakan terhadap dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Gelombang protes yang melibatkan berbagai elemen masyarakat semakin menguat, mencerminkan kepedulian publik terhadap isu-isu ketahanan demokrasi. Penolakan revisi UU TNI terus berlangsung secara masif di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Bandung, Semarang, Solo, dan Medan, setelah pengesahannya oleh DPR pada Kamis (20/03). 

 

Salah satu massa aksi, Kity, menyoroti potensi dampak masuknya ABRI ke ranah sipil terhadap demokrasi di Indonesia dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara kekuatan sipil dan militer, sehingga demokrasi bisa melemah. Mengingat luasnya cakupan pengaruh yang TNI miliki.

 

"Demokrasi ini bisa diacak-acak dan seenaknya karena semakin banyak sektor masyarakat sipil yang dimasuki oleh ABRI," ujar Kity ketika diwawancarai di depan Gedung DPR/MPR RI, (27/03).

 

Seperti UU Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 47 tentang TNI mengatur terkait kementerian/lembaga dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, yang telah direvisi dan diperluas dari 10 menjadi 14 instansi, sehingga menimbulkan polemik dalam sistem demokrasi.

 

Kity juga menegaskan bahwa DPR seharusnya tetap berfungsi sebagai wakil rakyat, dengan mendengarkan aspirasi masyarakat pasca reformasi. Ia menekankan bahwa dengan adanya demonstrasi yang telah berlangsung beberapa hari ini, pemerintah perlu mengambil langkah konkret dengan mengkaji ulang rancangan undang-undang tersebut.

 

Massa aksi lainnya, Ayas, menyatakan bahwa masyarakat sipil merasa marah dan kecewa terhadap pemerintah yang dinilai tidak menunjukkan kemajuan, melainkan mengalami kemunduran. Ia menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.

 

"Bahkan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya diisi oleh masyarakat sipil justru harus bersaing dengan para aparat yang sudah memiliki jabatan," ujar Ayas ketika diwawancarai di depan Gedung DPR/MPR RI, (27/03).

 

Meskipun demikian, Ayas menilai bahwa aksi hari ini kemungkinan tidak akan berdampak signifikan terhadap keputusan DPR, mengingat revisi UU TNI telah disahkan. Namun, ia menegaskan bahwa aksi ini tetap menjadi simbol perjuangan masyarakat dalam mendorong perubahan dan reformasi.

 

"Kita masih punya semangat perubahan, semangat reformasi tentunya," ucap Ayas ketika diwawancarai di depan Gedung DPR/MPR RI, (27/03).

 

Kity dan Ayas berargumen bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil bertentangan dengan amanat reformasi yang menegaskan supremasi sipil. Mereka menekankan bahwa revisi UU TNI dapat berdampak negatif pada masyarakat, terutama karena ABRI memiliki hak untuk menggunakan senjata, yang berpotensi membahayakan masyarakat sipil.


 

Wartawan: Ananda Muhammad Ilham

Penulis : Stefana Tania

Editor: Anisa Adiyanti