
International Women's Day: Ada Hak Perempuan yang Harus Selalu Diperjuangkan
Foto: dok/pribadi/Mahyuni Eka Putri
LPM Progress — Hari Perempuan Internasional jatuh pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Perayaan tahunan yang sudah berlangsung sejak 1908 di Amerika Serikat tersebut diperingati di berbagai negara termasuk Indonesia. Pada tahun ini, International Women's Day (IWD) mengangkat tema #ChooseToChallenge sebagai bentuk bahwa kaum perempuan berani mengambil pilihan dan tantangan.
Di Indonesia, peringatan hari perempuan internasional atau IWD yang jatuh pada hari ini, dilakukan dengan menggelar unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta. Unjuk rasa tersebut dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, seperti Perempuan Mahardika dan juga Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) yang didalamnya tergabung berbagai aliansi gerakan rakyat, mulai dari gerakan buruh, tani, nelayan, mahasiswa, pelajar, pemuda, dan perempuan.
Ika, Sekretaris Nasional (Seknas) dari Perempuan Mahardika mengungkapkan bahwa pada masa pandemi ini kesehatan dan keselamatan perempuan tidak menjadi prioritas pemerintah dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, di situasi pandemi ini, eksploitasi terhadap perempuan terus terjadi. Hal ini membuat kekerasan terhadap perempuan semakin marak.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), selama masa pandemi Covid-19 per tanggal 29 Februari hingga 27 November 2020, kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa terjadi sebanyak 4.477 kasus dengan 4.520 korban. Mayoritas korban kekerasan terhadap perempuan dewasa adalah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yaitu sebesar 59,82%.
Sambil meneriakkan yel-yel bernada melawan patriarki, ribuan aktivis baik perempuan maupun laki-laki yang tergabung dalam berbagai komunitas menyuarakan aspirasinya lewat orasi maupun poster. Dalam aksi tersebut, mereka meminta pemerintah agar:
1. Mewujudkan sistem kesehatan gratis, bisa diakses setiap orang, dan bebas dari diskriminasi.
2. Upah layak untuk kerja perempuan.
3. Akui kekerasan seksual sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.
4. Akui Pembantu Rumah Tangga (PRT) sebagai pekerja dengan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
5. Segera ratifikasi Konvensi ILO 190 beserta Rekomendasi 206 agar semua pekerja bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan berbasis gender.
6. Cabut Undang-undang Cipta Kerja.
7. Hentikan kriminalisasi rakyat, wujudkan jaminan kebebasan berorganisasi dan berserikat.
"Dalam IWD tahun ini, kami menyatakan sikap bahwa cukup sudah hak kami diabaikan dan kami juga menyerukan sebuah upaya persatuan bagi kaum perempuan dengan pergerakan sosial lainnya. Untuk itu, mari kita bersama-sama membangun kekuatan untuk merubah sistem ekonomi politik yang tidak berpihak terhadap perempuan," ujar Ika ketika diwawancarai, Senin (08/03).
Ika juga menuturkan bahwa dalam sistem patriarki dan kapitalisme saat ini, kerja perempuan tidak pernah dihargai sebagai kinerja. Padahal, sebenarnya setiap perempuan adalah pekerja. Untuk itu, Ika berharap agar seluruh perempuan di Indonesia dapat bersama-sama memperjuangkan hak-hak mereka.
Penulis: Andini Dwi Noviyanthi
Editor: Indriana Fazriaty