Kehadiran Wacana Marketplace Guru di tengah Persoalan Pendidikan Indonesia
Sumber gambar: Freepik.com
LPM Progress - Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Teknologi, dan Riset (Kemendikbudristek) mewacanakan pembentukan marketplace guru, wacana ini disampaikan pada saat rapat Bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membahas persiapan pengisian formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada (24/5/2023).
Menurut Nadiem, pembentukan wacana ini didasari atas beberapa permasalahan yang sering hadir dalam proses perekrutan guru, seperti maraknya kasus kekosongan guru secara tiba-tiba. Lalu, kebutuhan guru pada setiap sekolah yang berbeda-beda, di mana proses perekrutan sudah tidak relevan karena kerap kali tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan Pemerintah daerah tidak mengajukan formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sesuai dengan kebutuhan pusat.
“Jadi, ketiga permasalahan ini mendorong pemerintah pusat untuk mencari solusi. Akhirnya kami sudah merucut pada sebuah solusi, harapannya ini menjadi solusi permanen yang akan diimplementasikan di tahun 2024,” ujar Nadiem pada rapat bersama Komisi X DPR RI yang disiarkan langsung di YouTube DPR RI (24/5/2023).
Wacana pembentukan marketplace guru ini kabarnya akan diterapkan mulai tahun 2024 mendatang, namun hal ini diwarnai oleh berbagai tanggapan publik. Salah satu yang paling disorot adalah pemilihan nama marketplace yang dirasa menurunkan derajat profesi guru karena dianggap sama dengan barang jualan semata.
Indra Charismiadji selaku pengamat pendidikan turut memberikan pendapatnya atas polemik kehadiran wacana marketplace guru, dirinya menilai bahwasanya pembentukan sistem marketplace guru tidak menjawab permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia saat ini.
“Problem besarnya sebenarnya ada pada tata kelola guru. Jumlah guru kita itu jauh lebih banyak dari yang kita butuhkan, artinya oversupply, itu bisa dilihat dari data di Badan Pusat Statistik (BPS) dan data dari Kementerian Pendidikan, dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kalo kita bikin perbandingannya, rasionya itu 1:13 – 1:14 antara jumlah siswa dan jumlah guru,” kata Indra saat diwawancarai melalui Google Meet (13/7/2023).
Indra melihat masalah utama dalam persoalan pendidikan Indonesia terletak pada buruknya tata kelola dan kebijakan mengenai sistem pendidikan itu sendiri. Alih-alih mebuat aplikasi marketplace guru, Indra merasa ada masalah lain yang sebetulnya harus terlebih dahulu diselesaikan, yakni distribusi guru.
Lebih lanjut, Indra menyebutkan beberapa permasalahan yang di mana merupakan buntut dari buruknya tata kelola sistem pendidikan di Indonesia;
Pertama, banyaknya guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak masuk ke sekolah dikarenakan dirinya merupakan pasangan dari pejabat daerah yang membuat mereka lebih sibuk dengan urusan kedinasan pasangannya.
Kedua, maraknya guru yang enggan untuk ditempatkan di daerah terpencil, sehingga membuat penumpukan guru di daerah perkotaan.
Ketiga, dampak dari sertifikasi guru yang membuat banyak guru tidak mau lagi mengajar lebih dari 24 jam, di mana ini juga merupakan sebab dari banyaknya perekrutan guru honorer.
Keempat, mata pelajaran yang banyak membuat jumlah guru semakin menumpuk, hal ini yang membuat rasio antara jumlah guru dan murid begitu beda.
Indra melihat bahwasanya pembentukan wacana marketplace guru ini bukan solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia, perbaikan tata kelola kebijakan merupakan sorotan utama yang harus terlebih dahulu dibenahi.
“Masalahnya bukan pada kekurangan guru, bukan masalah butuh marketplace. Masalahnya ada pada kebijakan sistem pendidikan dan tata kelola guru yang tidak bagus,” Tutup Indra Charismiadji.
Penulis: Malaika Putra Aryanto
Wartawan: Eka Paramudita
Editor: Dewa Putra Iskandar