M. Nurfahrozi: Bonus Demografi Akan Lewat Ketika Pemerintah Tetap Memaksakan RUU Cipta Kerja
Ilustrasi oleh Konten Kreatif LPM Progress
LPM Progress - Indonesia yang kini sedang dilanda pandemi Covid-19 tidak terlepas dari ancaman konflik sosial. Hal ini dapat dipicu karena kurangnya bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Selain itu, ditengah pandemi ini banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau karyawan yang di rumahkan dengan jumlah besar.
Melansir cnnindonesia.com, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sejauh ini pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan mencapai 2,9 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 1,7 juta orang yang sudah terdata dan 1,2 juta orang yang masih dalam validasi data.
Di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman konflik sosial yang terjadi, DPR RI masih mengebut pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law cipta lapangan kerja, meskipun banyak mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Alasan pemerintah membentuk omnibus law adalah guna memangkas dan menyederhanakan berbagai regulasi yang dinilai sudah terlalu banyak. Dengan demikan diharapkan sistem hukum di Indonesia jauh lebih sederhana dan fleksibel.
Ada 11 klaster dalam omnibus law cipta lapangan kerja, salah satunya adalah klaster 3 mengenai ketenagakerjaan yang selama ini mendapat banyak penolakan di berbagai daerah. Beberapa kalangan masyarakat menilai bahwa omnibus law ini menguntungkan investor dan membuntungkan hak-hak buruh. Hal ini ditunjukan dengan adanya 31 pasal dan 88 ayat yang dihapus, 26 pasal dan 75 ayat direvisi serta 14 pasal dengan 33 ayat tambahan yang berdampak pada perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja.
Mengingat akan terjadinya bonus demografi yang diperkirakan berlangsung pada tahun 2020 hingga 2030, Indonesia akan mendapatkan banyak penduduk usia produktif, yakni mulai dari usia15 tahun hingga 64 tahun. M. Nurfahrozi selaku Pengurus Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Aneka Industri FSPMI meyakini bahwa omnibus law cipta lapangan kerja adalah dalih pemerintah untuk menyiasati bonus demografi ini.
M. Nurfahrozi menilai bahwa dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 4-5%, akan menyulitkan pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan pekerjaan. Beliau pun menambahkan bahwa hal ini akan memicu terjadinya konflik sosial di masa bonus demografi, ditambah dengan RUU menghilangkan pasal 59 UU nomor 13 tahun 2003 yang berarti kontrak kerja bisa diterapkan disemua jenis pekerjaan dan tidak ada batasan waktu.
“Bonus demografi akan lewat begitu saja ketika pemerintah tetap memaksakan RUU Cipta Kerja disahkan,” tulis M. Nurfahrozi ketika diwawancara melalui media WhatsApp (25/4).
Beliau berpendapat bahwa jika RUU ini hanya untuk menjalankan sistem kapitalisme karena di dalam RUU cipta kerja tidak memiliki 3 prinsip, yaitu job security, salary security, dan social security.
Selain itu, RUU Cipta Kerja ini mengubah beberapa pasal yang mengatur mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dinilai perubahan pasalnya dapat mempermudah TKA untuk bekerja di Indonesia, termasuk dalam pekerjaan unskilled. Seperti perubahan dalam pasal 42 ayat 3 huruf C dalam omnibus law yang berbunyi, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi: tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis kegiatan pemeliharaan mesin produksi untuk keadaan darurat, vokasi, start-up, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu”.
“Di RUU Cipta Kerja terkait TKA di pasal 42 tentang TKA tanpa izin diperluas, di mana pada pasal 43 tentang mekanisme izin sebagai syarat IKTA dihapus. Pada pasal 44 terkait kualifikasi TKA dihapus, maka dari itu saya pastikan tenaga kerja kita akan tersingkir oleh TKA,” tulisnya.
Selain karena pasal-pasalnya yang dinilai tidak pro-buruh, RUU omnibus law cipta lapangan kerja ini juga dinilai mengabaikan fungsi dari legislatif. Hal ini ditunjukan oleh pasal 170 di RUU cipta kerja yang dapat mengubah UU hanya dengan peraturan pemerintah.
FSPMI yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang di dalamnya terdiri dari KSPI, KSPSI dan KSBSI telah melakukan perlawanan dengan aksi-aksi, hal ini menunjukkan bahwa serikat buruh menolak omnibus law secara keseluruhan.
“Kami butuh dukungan-dukungan dari konfederasi-konfederasi lain, petani, rakyat miskin kota dan mahasiswa, karena hanya persatuanlah yang bisa menghapus omnibus law,” tambahnya.
Penulis : Astin
Editor : Winda