Situs Kuta: Tempat Berharga Meski Tersembunyi di Balik Kandang Ayam

Situs Kuta: Tempat Berharga Meski Tersembunyi di Balik Kandang Ayam

Keterangan Gambar: Suasana di Situs Kuta. Dok/LPMProgress/Alfat

 

 

LPM Progress— Sepeda motor kujalankan menuju sebuah tempat bersejarah. Sesampainya di sana, aku bertemu dengan seorang juru pelihara Situs Kuta bernama Tika. Ia mengajakku untuk masuk ke situs tersebut meski harus melalui kandang ayam. 

Setelah memasuki area situs, aku diajak Tika untuk singgah di sebuah saung. Saung ini merupakan salah satu sarana yang tersedia di Situs Kuta. Di tempat tersebut, kuisi daftar pengunjung dan duduk untuk mendengarkan penjelasan terkait Situs Kuta. 

Situs Kuta merupakan situs yang terdiri atas bebatuan seperti menhir, dolmen, batu lumpang, batu bergores, serta bebatuan lainnya yang terletak di Kampung Kuta RT 002 RW 01, Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Situs ini berada di perbukitan dengan permukaan yang bergelombang—lebih tepatnya di kaki Gunung Salak. 

Dikutip dari karya tulis juru pelihara Situs Kuta yang berjudul Mengenal Lebih Dekat Situs Kuta dan Megalit Batu Gores karya Tika Kandita Rahman, situs ini pertama kali ditemukan tahun 1936 oleh H. Sholeh yang merupakan warga sekaligus pemilik tanah Situs Kuta sebelum dibebaskan menjadi milik pemerintah. 

Situs-situs di sini merupakan peninggalan Era Pra aksara. Seperti menhir yang merupakan sarana pemujaan arwah nenek moyang. Menhir ini memiliki ketinggian 120 cm. Sebenarnya, terdapat satu menhir besar yang dikelilingi oleh menhir-menhir kecil, tetapi semua menhir kecil tersebut terjatuh yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan manusia. Selain itu, terdapat pula dolmen yang berfungsi sebagai meja untuk meletakkan sesaji untuk dipersembahkan kepada roh nenek moyang, batu lumpang untuk menumbuk padi, batu yang difungsikan sebagai meja dan kursi untuk berdiskusi, serta batu bergores. Semua batu-batu tersebut berada di satu area yang sama, kecuali batu bergores. Hal ini dikarenakan batu bergores terjatuh akibat longsor sehingga batu tersebut berada di bawah bebatuan Situs Kuta lainnya. Walau letaknya berbeda, untungnya akses menuju batu bergores sudah dipermudah dengan adanya tangga. Kemungkinan anak tangga tersebut berjumlah puluhan.

 "Beberapa orang jika menghitung tangganya, didapati jumlah yang berbeda-beda, tapi angkanya mencapai puluhan," ujar Tika saat diwawancara (24/5)

Terkait batu bergores, batu ini dinamakan batu bergores karena terdapat goresan-goresan di permukaannya. Goresan-goresan tersebut berbentuk gambar mata tombak dan garis-garis. Selain itu, terdapat pula bulatan-bulatan di batu ini. Belum diketahui apa maksud dari semua goresan dan bulatan tersebut. Sebenarnya, ada beberapa pendapat terkait hal ini. Dari mulai mengartikannya sebagai arah mata angin, simbol berburu, tanda kesuburan (laki-laki dilambangkan dengan tombak, perempuan dilambangkan dengan bulatan), hingga peta perjalanan Raden Kian Santang dari Bogor hingga Pelabuhan Ratu. Namun, semua pendapat tersebut belum bisa mengartikan maksud dari goresan-goresan dan bulatan-bulatan tersebut secara tepat.

Situs ini terletak di antara dua sungai. Selain itu, konon terdapat pula sumber mata air di area Situs Kuta. Hal ini disebabkan karena orang-orang zaman Pra Aksara ingin membuat pemukiman di dekat sumber mata air agar dapat memudahkan kehidupan mereka, seperti untuk bercocok tanam, untuk keperluan ibadah (bersuci), serta untuk sarana transportasi (melalui sungai).

"Kata arkeolog, pasti situs berhubungan dengan sungai, atau tidak mata air," ucapnya.

Di sela-sela observasi ini, Tika menunjukkan kepadaku sebuah kotak berisi kumpulan benda-benda peninggalan dari masa lalu. Benda-benda tersebut ditemukan di sekitar bebatuan Situs Kuta. Di dalam kotak tersebut, terdapat potongan keramik, potongan batu karang, fosil keong, potongan patung, aksesoris kuno, serta kapak halus peninggalan zaman Pra Aksara. Semua benda tersebut dijaga oleh sang juru pelihara. Hal ini dikarenakan benda-benda tersebut dapat berpindah tangan karena dianggap berharga, seperti contoh aksesoris kuno. Benda ini dianggap memiliki manfaat magis dan diincar oleh sebagian orang. 

Saat aku melihat-lihat kumpulan bebatuan di Situs Kuta, aku merasa sedikit heran dengan adanya beberapa kuburan di antara bebatuan tersebut. Namun, keherananku pun terjawab.

"Adanya pemakaman di Situs Kuta karena dulunya tanah ini tanah milik pribadi dan belum dinyatakan sebagai tempat yg mengandung nilai sejarah," tambah Tika.

Aku juga mendengar dari Tika bahwa beberapa bebatuan sudah rusak. Ia pun juga memperlihatkan sisi-sisi kerusakan tersebut. Penyebabnya adalah karena telah dipukul dengan palu dengan maksud tertentu. Kemungkinan dimaksudkan untuk pertambangan. Untung saja, semua permasalahan terkait Situs Kuta sudah tidak terjadi saat ini. Hal ini dikarenakan adanya UU Nomor 11 tahun 2010 yang melindungi situs ini. Selain itu, masyarakat pun telah memahami tentang pentingnya menjaga jejak sejarah bangsa ini.

Saat melihat sekeliling, aku tidak melihat adanya sampah berserakan di area situs ini. Tempat sampah pun sudah tersedia di dekat saung. Hal ini patut diapresiasi karena menunjukkan keseriusan dalam menjaga peninggalan bersejarah ini.

Observasi ini kuakhiri sekitar pukul dua siang. Aku berpamitan dengan Tika dan teman-temannya saat mereka sedang bersantai sambil mengobrol di rerumputan area situs. Dari kunjungan ini, wawasanku jadi semakin bertambah terkait sejarah dari suatu daerah.

 

 

Penulis: Alfat Eprizal Tanjung

Editor: Ainur Rofiqoh