
Tersingkirnya Pendidikan Karena Program Populis Pemerintah: KIKA Ingatkan Prioritas Konstitusional
Sumber Gambar: x.com/nowyoucatchme
LPM Progress - Kebijakan baru pemerintah terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai sorotan dari berbagai kalangan. Salah satu suara kritis datang dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), yang mengingatkan agar sektor pendidikan dan kesehatan tidak hanya dijadikan pelengkap dalam program populis tersebut.
Koordinator KIKA, Satria Unggul Wicaksana, menekankan bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan dua pondasi utama dalam pembangunan bangsa.
“Pendidikan sebenarnya adalah merupakan kebutuhan sekaligus hak asasi manusia yang fundamental di dalam negara ini, selain kesehatan,” ujar Satria ketika diwawancarai melalui pesan WhatsApp, (24/03).
Satria menyoroti bahwa status pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar warga negara bukan sekadar retorika, tetapi amanat konstitusi. Dilansir dari Database Peraturan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan (JDIH BPK), pemerintah wajib memenuhi hak dasar warga negara, dengan alokasi anggaran minimal 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Ini bukan soal pilihan politik, ini soal kewajiban konstitusional,” tegas Satria.
Menurut Satria, ketika anggaran negara mulai dialihkan ke program-program dengan kepentingan politik sesaat, seperti MBG, dikhawatirkan anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan akan mengalami pemangkasan demi memuat program MBG yang dinilai sejumlah pihak sebagai program populis belaka.
Mengutip dari nu.or.id, populisme adalah gerakan politik yang mengatasnamakan rakyat, tetapi menempatkan kelompok penguasa sebagai lawan yang mana kebijakan pemerintah dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil. Gerakan ini sering muncul akibat arus globalisasi yang semakin kompleks, sehingga hak-hak kewarganegaraan sejumlah kelompok masyarakat sipil mulai terpinggirkan.
KIKA juga menggarisbawahi bahwa pendidikan dan kesehatan bukanlah sektor yang fungsinya mendukung program lain. “Kita jangan dibuat terbalik cara berpikirnya. Pendidikan dan kesehatan bukan penunjang, justru mereka yang menjadi pondasi dari seluruh pembangunan manusia Indonesia,” jelas Satria.
Meski mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi masyarakat, KIKA tetap berharap kebijakan MBG tidak menggeser porsi anggaran atau perhatian dari dua sektor vital ini.
Sikap KIKA yang menyayangkan kebijakan ini bukanlah bentuk penolakan terhadap program MBG secara keseluruhan, melainkan kritik konstruktif agar program tersebut tidak dijalankan dengan mengorbankan sektor yang lebih esensial.
“Kami ingin mengajak publik dan pemerintah melihat ini secara jernih. Jangan sampai semangat memberi makan gratis malah membuat anak-anak kehilangan akses pendidikan berkualitas, atau layanan kesehatan yang layak,” ungkap Satria.
Koordinator KIKA itu merujuk pada Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) Pasal 13 tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) yang merupakan peraturan turunan dari hak-hak manusia dalam mendapatkan kondisi hidup yang layak atas pekerjaan, jaminan sosial, kesehatan, pendidikan, pangan, air, dan lain-lain.
Ia juga menyampaikan teori yang dikemukakan oleh Katarina Tomasevski, yaitu ketersediaan akses pendidikan mencakup fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik yang kompeten, keterjangkauan akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, pemenuhan hak pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal, serta manfaat kebijakan pemerintah dalam sektor pendidikan yang akan memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu negara.
Dengan begitu, KIKA mengajak seluruh pemangku kebijakan untuk membuka ruang dialog lebih luas, melibatkan akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil agar kebijakan yang diambil tidak hanya populer di permukaan, tetapi juga berdampak jangka panjang secara sistemik di seluruh sektor pemerintahan dan industri.
Wartawan: Egi Diva Putra & Ananda Muhammad Ilham
Penulis: Ananda Muhammad Ilham
Editor: Fachriza Arna Givari