
Tantangan dan Upaya Unindra dalam Peningkatan Akreditasi Kampus
Sumber gambar: kelaskaryawan.com
LPM Progress – Terjaganya akreditasi dan status legalitas menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh perguruan tinggi, termasuk Universitas Indraprasta PGRI (Unindra). Hal tersebut bertujuan agar tetap diakui sebagai lembaga pendidikan yang sah dan berkualitas.
Dilansir dari laman kemdikbud.go.id, akreditasi merupakan proses evaluasi untuk menilai kelayakan perguruan tinggi dan program studi. Proses evaluasi berfungsi sebagai bagian dari sistem penjamin mutu eksternal dalam menjaga kualitas pendidikan tinggi. Akreditasi bisa didapatkan 5 tahun sekali. Sumaryoto selaku Rektor Unindra menyampaikan bahwa Unindra mendapatkan akreditasi kampus pertama kali di tahun 2018 dengan akreditasi B.
"Unindra udah perpanjang lagi akreditasi tahun 2023 yang berlaku sampai 18 Juli 2028," ucap Sumaryoto saat diwawancarai di Ruang Rektor, Kampus A (18/10).
Lebih lanjut, beliau menegaskan pentingnya akreditasi kampus sebagai upaya menjaga kualitas pendidikan. Jika tidak terakreditasi, kampus terancam untuk ditutup. Oleh karena itu, pihak kampus akan terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan mengikuti standar yang ada.
Sumaryoto juga berkomitmen untuk memenuhi standar yang ditetapkan dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Proses yang akan dilakukan meliputi evaluasi berkala, pemantauan, dan perbaikan di berbagai aspek seperti jumlah mahasiswa, kualifikasi dosen, penelitian, serta pengembangan kegiatan akademik dan non-akademik.
Dalam meningkatkan akreditasi, Unindra memprioritaskan pengembangan mahasiswa dan dosen. yaitu Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Melalui PKM, mahasiswa dibina untuk melakukan penelitian dan menciptakan prestasi di bidang akademik maupun non-akademik. Selain PKM, mahasiswa juga didorong untuk berpartisipasi dalam program Kampus Mengajar dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini dinilai mampu meningkatkan kompetensi mahasiswa dan membentuk kualitas lulusan yang lebih baik.
Di sisi lain, peningkatan kualifikasi dosen menjadi perhatian utama. Sumaryoto menargetkan semua dosen wajib memiliki gelar S3. Akan tetapi, di Unindra sendiri masih banyak dosen yang masih S2 dan belum memenuhi syarat yang terbarukan.
Sebagai bentuk dukungan, pihak kampus menyediakan beasiswa bagi dosen terpilih untuk melanjutkan pendidikan doktoral. “Maka dari itu, Unindra menyiapkan beasiswa kepada dosen terpilih untuk melanjutkan pendidikan doktoral. Saat ini, Unindra menjalin kemitraan dengan 8 perguruan,” ujarnya.
Namun, dibalik semua itu, tantangan paling serius yang dihadapi Unindra adalah pendanaan. Sebagai kampus swasta, pendanaan Unindra sepenuhnya bergantung pada Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mahasiswa tanpa ada bantuan dari pemerintah. Hal ini menjadi hambatan dalam merealisasikan program-program peningkatan akreditasi.
Sejak pertama kali terakreditasi pada 2018, Unindra telah mempertahankan status akreditasi B selama dua periode berturut-turut. Sumaryoto berharap di periode mendatang, kampusnya dapat mencapai akreditasi unggul melalui upaya peningkatan kualitas pendidikan yang berkelanjutan.
“Meskipun cukup sulit, Kami akan terus melakukan perbaikan dan mengikuti standar yang ditetapkan secara perlahan, demi mencapai akreditasi unggul dan mencetak lulusan yang berkualitas,” tutupnya.
Wartawan: Dea Pitriyani & Alya Layla
Penulis: Dea Pitriyani
Editor: M. Hashemi