Sumber gambar: Pinterest.com
Konflik yang sedang terjadi antara Palestina-Israel merupakan salah satu konflik antarnegara terlama dan sangat kompleks dalam sejarah dunia. Sepanjang sejarah, wilayah tersebut telah melalui beberapa perang dan konflik bersenjata yang tentunya memberikan pengaruh terhadap hubungan kedua negara tersebut. Konflik yang bermula pada awal abad ke-19 ini melibatkan banyak faktor penyebab, seperti agama, sejarah, budaya, dan politik yang rumit.
Konflik Palestina-Israel disebabkan karena perebutan wilayah oleh kedua bangsa yang telah terjadi sejak tahun 1900-an. Konflik ini bermula dari surat yang ditulis oleh Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh di komunitas Yahudi Inggris. Surat tersebut dikenal sebagai Deklarasi Balfour yang berisi tentang dukungan pemerintah Inggris terhadap kaum Yahudi Zionis untuk “mendirikan rumah nasional bagi kaum Yahudi di Palestina” dan akan memfasilitasi tujuan ini.
Deklarasi Balfour sendiri, yang dikutip dalam laman tirto.id, dicurigai sebagai salah satu upaya pemerintah Inggris dalam mendapatkan simpati dari kaum Yahudi di Amerika Serikat agar dapat berpatisipasi dalam Perang Dunia I (PD1). Atas dasar surat tersebut, pemerintah Inggris mulai memfasilitasi perpindahan imigran Yahudi ke wilayah Palestina secara besar-besaran, yang mengakibatkan meningkatnya populasi kaum Yahudi di Palestina antara tahun 1920-1940. Peningkatan populasi kaum Yahudi di Palestina memaksa kaum Arab-Palestina yang mendiami Palestina melarikan diri dan terusir.
Imigrasi kaum Yahudi ke Palestina menimbulkan kecaman dari Arab Palestina. Mereka mulai melakukan pemberontakan yang ditujukan kepada Yahudi, sekaligus kepada Pemerintahan Inggris. Namun, pemberontakan tersebut belum mendapatkan hasil yang baik karena dukungan pemerintah Inggris kepada Yahudi membuat mereka semakin leluasa memperluas pemukiman mereka di Palestina. Pemerintah Inggris kemudian mengajukan Rencana Perpisahan (Partition Plan) untuk menyelesaikan konflik tersebut, namun ditolak keras oleh Arab Palestina karena mereka ingin memiliki wilayah Palestina secara keseluruhan.
Konflik ini semakin memanas saat penolakan kaum Yahudi di Palestina menimbulkan pemberontakan dan sengketa-sengketa yang tidak dapat diatasi oleh pemerintah Inggris. Atas dasar itu, kemudian Pemerintah Inggris menyatakan mundur dari Palestina sebagai pemegang mandat otoritas Palestina sejak Perang Dunia I, kemudian menyerahkan mandat tersebut kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terbentuk pasca Perang Dunia II (PD2).
PBB kemudian membentuk UNSCOP (United Nations Special Committee on Palestine) untuk melakukan penyelidikan dan mencari solusi untuk masalah dua bangsa ini. PBB kemudian menyarankan pemisahan dua negara, yaitu untuk negara Arab dan negara Israel. Namun, saran ini ditolak kembali oleh masyarakat Arab Palestina dengan alasan saran ini akan menguntungkan Israel dalam memperoleh legitimasi untuk mendirikan negara Israel di wilayah Palestina.
Namun, pada tanggal 14 Mei 1948, mereka mendeklarasikan negara Israel dengan wilayah teritorialnya sesuai dengan yang ditentukan oleh UN Partition Plan. Pada tanggal 15 Mei 1948, Amerika Serikat mengakui kedaulatan negara Israel secara de facto, kemudian diikuti oleh Uni Soviet yang mengakui kedaulatan negeri Israel secara de jure. Terhitung sejak tahun 1948 hingga 1949, sebanyak 400 desa Palestina terhapus dari peta. Hak milik yang ditinggalkan oleh masyarakat Arab Palestina dikuasai oleh Yahudi atas dasar hukum hak milik tak ditempati. Masyarakat Arab Palestina terusir dari tanah yang telah mereka tinggali selama berabad-abad, hingga sekarang hanya menyisakan tempat di jalur Gaza.
Sejak dulu, telah ada perundingan yang pada akhirnya selalu dilanggar oleh pihak Israel, hingga muncul perundingan Oslo yang isinya menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Palestina. Namun, sekali lagi, Israel tidak menepati janjinya. Atas alasan itu, rakyat Palestina melawan dengan intifadah (melempar batu). Perlawanan ini berakhir dengan perjanjian, akan tetapi dilanggar kembali oleh Israel, dan begitu seterusnya. Para pejuang intifadah ini bergabung dalam suatu Gerakan Bernama Hamas (Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyyah atau Gerakan Perlawanan Islam).
Hingga saat ini, penjajahan Israel atas Palestina masih terus berlanjut, dan Palestina, dipelopori oleh Hamas, juga melakukan perlawanan. Terbaru, Palestina dan Israel menyetujui adanya gencatan senjata selama 4 hari, yang diperpanjang menjadi 7 hari dan berakhir pada hari Jumat, 1 Desember 2023. Namun, setelah berakhirnya gencatan senjata, Israel kembali melakukan pemboman kepada Palestina. Direktur Jenderal Kantor Media di Pemerintah Gaza mencatat bahwa pada hari Minggu, setidaknya lebih dari 700 warga Palestina tewas setelah Israel melanjutkan pemboman pasca gencatan senjata.
penulis: Arriel Ahmadeuz Khrisna
editor: Hidayah Al Khaliq