IDEAL Dramakalafest 9

IDEAL Dramakalafest 9

LPM Progress - Kamis (27/2) diselenggarakan kompetisi festival teater tingkat nasional, yaitu "Dramakala Fest 9". Kegiatan ini diselenggarakan oleh IDEAL (Asosiasi Pendidikan Drama Indonesia) yang ke-9. Acara ini dipayungi LSPR (The London School of Public Relation) Jakarta ini memang diadakan setiap tahunnya, tepat dibulan Februari bersamaan dengan ulang tahun IDEAL tersebut. Acara yang diadakan selama tiga hari, sejak tanggal 26 s.d. 28 Februari bertempat di LSPR Comunication & Business Institute Kampus Transpark Bekasi Timur.

"Uniknya kita tidak memakai tema, karena kalo memakai tema, yang ikut pasti berpaku oleh tema itu. Jadi, bakal terbatas jumlah perserta yang ikut. Bebas aja. Di sini juga tidak ada sistem akurasi karena dapat membatasi perserta dalam arti akan ada penilaian yang jelek dan yang bagus, paling kita memakai batas untuk jumlah pendaftar," ujar Karina, selaku project officer.

Dramakala Fest mengusung dua kompetisi, yaitu kompetisi drama pendek dan kompetisi monolog. Jumlah peserta drama pendek sebanyak 20 peserta dan 19 peserta pada kompetisi monolog yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

“Senengnya sih tahun ini banyak banget dan kebanyakan dari Universitas, ada dari tetangga kita Unisma, ISI Jogja, dan ISI Solo. Jadi, memang beberapa teman-teman Universitas sudah tau kegiatan ini,” imbuh Karina.

Peserta tampil berkompetisi untuk memperebutkan piala serta uang tunai. Adapun para pemenang acara Dramakala Fest dibagi menjadi empat aspek, yaitu monologer terbaik, grup terbaik, aktor & aktris terbaik, dan sutradara terbaik. Penghargaan akan di berikan pada malam puncak yang berlangsung malam ini.

Tidak hanya panitia, persiapan juga dilakukan oleh setiap peserta, seperti Sohibul Anwar salah satu peserta Dramakala Fest ini. "Walaupun udah sering tampil, tapi rasa nervous-nya lebih kuat aja gitu, mungkin karena baru tampil pentas monolog, biasanya kan cuma drama-drama pendek aja," ungkap Anwar.

Judul monolog yang ditampilkan Sohibul Anwar yaitu "Pidato Gila". Karya dari Putu Wijaya dalam ceritanya bermaksud agar setiap orang harus saling sadar dan jadi dirinya sendiri, tanpa kepura-puraan di mana pun dan kapan pun.

"Karena pada zaman sekarang, banyak banget orang gampang men-judge seseorang gila. Padahal, dia gak sadar kalo dia sendiri itu gila," tutur Johannes R. Wijaya, sutradara monolog Pidato Gila.

Beliau juga menjelaskan karena terbatasnya waktu, maka judul monolog ini paling ringkas untuk di tampilkan dan juga perlu waktu sekitar dua bulan untuk menghafal teks dan tampilannya.

Mulai dari persiapan yang sangat matang, antusias perserta serta para penonton membuat acara ini sangat meriah. Salah satunya adalah Alfiah Nurul, penonton yang berasal dari Sunter, Jakarta Utara. "Lumayan bagus dan sangat menarik sekali, karena dapat pelajaran baru tentang dunia drama makanya acara seperti ini wajib dibanyakin aja sih," ujar Alfiah.

Seni pertunjukan adalah salah satu subsektor industri kreatif yang tumbuh dengan bagus di Indonesia, karena makin masifnya pertumbuhan sektor ekonomi kreatif saat ini, oleh karenanya tak bisa dipandang sebelah mata potensi yang ada di Indonesia.

Menurut data dari Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif Indonesia) tahun 2019, jumlah seni pertunjukaan sebanyak 19.777 usaha dan 90% dari seni pertunjukan berskala mikro pendapatanya kurang dari 300 juta dalam setahun. Bekraf juga merencanakan peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) setiap tahunya, pada tahun 2018 ke 2019 terjadi peningkatan sebesar 4,12%.

“Harapanya semakin banyak sponsor, semakin didukung pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah Kota Bekasi dan lebih aware terhadap teman teman teater di sini,” tutur Karina.

 

Penulis : Mahyuni Eka Putri

Editor : Refa Tri Ustati