Kisah Seorang Penumpang Gelap yang Sukses
Judul buku : Paris Je Reviendrai "Aku Kan Kembali"
Penulis : Alijullah Hasan Jusuf
Penerbit :Kompas
Cetakan : 2016
Ukuran buku : 14 x 21 cm
Jumlah halaman : 378 halaman
Nomor edisi : ISBN 978-602-412-136-5
Novel ini menggambarkan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh seorang anak untuk terbang ke Eropa dengan cara yang ilegal. Tak tanggung-tanggung, ia harus terbang ilegal sebanyak dua kali.
Pertama, putra Aceh tersebut terbang ke Amsterdam, namun gagal karena terciduk oleh petugas keamanan bandara disana dan dipulangkan ke Jakarta. Kedua, ia kembali menaiki pesawat dan turun di Paris. Di kota mode tersebut, ia bermukim dan bekerja di KBRI Paris selama sepuluh bulan. Setelah itu, ia harus kembali dipulangkan ke Jakarta karena dokumen yang kurang lengkap dan pada akhirnya, ia pun dapat kembali ke Paris secara legal dan menetap disana hingga dia tua.
Di dalam buku ini, Ali lebih banyak mengisahkan tentang perjalanannya ke Paris. Bagaimana kisah perjalanannya ke Amsterdam diceritakan dalam bukunya yang berjudul "Penumpang Gelap: Menembus Eropa Tanpa Uang" . Tak hanya kisah perjalanannya, kisah tentang kehidupannya sebelum dikumpulkan hingga kisahnya di Paris pun diceritakan di sini dengan tujuan agar masyarakat Indonesia dapat terinspirasi dari kisahnya. Seperti cerita di balik pemilihan judul buku ini, yaitu "Je Reviendrai" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Aku Kan Kembali", yaitu kompilasi ia dipulangkan dari Paris ke Jakarta, ia berkata dalam hati, ia akan kembali ke kota yang diharapkan akan Menara Eiffelnya tersebut.
Menjadi penumpang gelap merupakan sebuah keputusan paling berani dari seorang Ali yang ingin keluar dari susahnya hidup saat Indonesia sedang mengalami krisis di tahun 1968. Ia yakin bahwa langkah nekatnya ini akan menjadi pilihan yang terbaik meskipun terdapat beragam rintangan yang harus dihadapinya, seperti harus berhadapan dengan para petugas keamanan di bandara serta rintangan lainnya yang datang tak terduga. Hasilnya, putra Aceh tersebut berhasil meraih apa yang diinginkannya, yaitu kuliah di Universitas Sorbonne (atau disebut Universitas Paris). Tak hanya itu, ia juga bekerja secara tetap di KBRI Paris. Kesuksesan tersebut diraihnya setelah ia berhasil kembali ke Paris dengan status resmi berkat hasil jerih payahnya selama di Jakarta.
Nasib seorang Alijulllah ini juga lebih beruntung daripada penumpang gelap lainnya, yaitu sampai di tujuan dengan selamat setelah dua kali terbang secara tidak resmi. Pasalnya, hampir seluruh penumpang gelap di seluruh dunia mengalami nasib naas saat mereka belum sampai di bandara tujuan. Hal ini disebabkan mereka menaiki pesawat dengan cara yang tidak aman bagi tubuh mereka, yaitu dengan memasuki celah-celah seperti ruang roda pesawat. Perlu diketahui, ketika mereka memasuki ruangan tersebut, maka tubuh mereka akan mengalami hipotermia dan kekurangan oksigen bila pesawat berada di ketinggian. Tak hanya itu, tekanan dari ban pesawat yang terlipat saat lepas landas juga turut mengancam nyawa mereka. Banyak di antara mereka yang pada akhirnya terjun ke tanah karena tidak kuat menghadapi tekanan dalam ruangan tersebut. Terbukti dari data yang dilansir Otoritas Penerbangan Amerika Serikat (FAA) dalam bbc.com (3/7/2019) bahwa dari 126 kasus penumpang gelap, 98 di antaranya meninggal dalam perjalanan.
Adapula persamaan antara Ali dengan penumpang hitam lainnya, yaitu sama-sama memiliki semangat yang tinggi pada saat keuangannya terbatas. Mereka yang meminta panggilan untuk terbang saat itu juga guna memenuhi panggilan tersebut, apakah itu panggilan dari keluarga yang lain yang sifatnya positif seperti panggilan untuk menjalankan tugas-tugas yang mulia.
Buku ini ia tulis sebagai pelunas janjinya kepada dua tokoh penting di negeri ini, seperti Drs. Mohammad Hatta dan Soemitro Djojohadikusumo. Ali bertemu dengan kedua tokoh tersebut saat mereka berkunjung ke Paris, bertanya tentang mengapresiasi aksi nekad Alijullah dan mereka meminta Ali untuk menuangkan pengalamannya dalam buku dan ia berhasil membayar utangnya dengan novel ini diluncurkan.
Kelebihan dari novel ini adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sedikit santai dan apa adanya, sehingga mudah untuk dipahami. Selain itu, pemilihan desain sampul buku ini juga dapat menarik perhatian para pembaca karena memasang tingkat pencahayaan yang ditambahkan dengan gambar-gambar yang memperjelas identitas buku ini.
Akan tetapi, ada beberapa bagian dari cerita yang tidak pantas dibaca untuk remaja dan anak-anak karena dikhawatirkan akan ditiru oleh mereka, seperti bagian saat Ali mencium pipi YuIia, pacarnya saat dia tinggal di Jakarta.
Pencapaian seorang Ali ini memberikan kita pelajaran yang harus kita pertahankan cita-cita kita sekuat mungkin berhasil dalam segala tantangan
Penulis : Alfat Tanjung
Editor : Winda