Sesat Berpikir Kanda HMI dalam Menyikapi Omnibus Law

Sesat Berpikir Kanda HMI dalam Menyikapi Omnibus Law

Ilustrasi oleh Konten Kreatif LPM Progress

Selasa lalu (17/03), saya membaca berita inisiatifnews.com. Salah satu berita yang menarik perhatian berjudul “HMI Dorong DPR Sahkan Omnibus Law”, sontak saya kaget dan terkejut. Pasalnya di tengah derasnya protes demi protes agar pemerintah dan DPR tidak mengesahkan omnibus law. Namun bagai jarum di tengah tumpukan jerami, masih saja ada kelompok mahasiswa yang bertolak belakang dalam gerakan. Berita tersebut memuat pernyataan konferensi pers Ketua dan kader HMI Komisariat Persiapan FTMIPA, Unindra. Pada intinya mereka mendukung DPR untuk mengesahkan omnibus law dengan alasan pemerintah akan menyederhanakan regulasi demi kemajuan Indonesia. Mereka juga menganggap bahwa omnibus law merupakan diskursus yang menarik dan terbilang baru, oleh karena itu patut didukung karena hal tersebut merupakan inovasi yang hebat.

 

Apakah benar omnibus law merupakan diskursus baru?

Omnibus law berasal dari kata bahasa latin ‘omnis’ yang artinya banyak, dalam bahasa Inggris artinya Everything atau istilahnya sapu jagat. Omnibus law merupakan konsep pembuatan peraturan dengan menggabungkan beberapa aturan, yang substansi pengaturannya berbeda. Menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum, peraturan baru tersebut dibuat untuk menggantikan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya.

Memang benar omnibus law belum pernah diterapkan di Indonesia, namun hal tersebut bukan berarti membenarkan bahwa ‘Omnibus law merupakan sebuah inovasi hebat' karena sejatinya omnibus law ini sebuah konsep yang berasal dari sistem hukum common law (anglo saxon), di mana perubahan suatu peraturan lebih mudah dan fleksibel. Sistem ini digunakan Amerika dan Inggris, sedangkan Indonesia menganut sistem hukum civil law yang dipengaruhi oleh Belanda sebagai negara penjajah. Civil law dikenal dengan kodifikasi hukum; maka hukum dapat dibukukan serta dipilah-pilih sesuai dengan ranahnya, apakah ranah pidana, perdata atau administrasi negara. Dengan adanya kodifikasi maka hukum dapat digolongkan menurut jenis-jenisnya, dikodifikasikan menurut sistematikanya dan dikodifikasikan menurut bidangnya. Sebagai contoh undang-undang ketenagakerjaan hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak pekerja, perusahaan, dan kewajibannya; Tidak dicampur-adukan dengan bidang lainnya.

Oleh karena itu, penerapan omnibus law adalah sebuah bid’ah yuridis bukan sebuah inovasi hebat, justru dengan adanya omnibus law semakin menunjukkan bahwa pemerintah telah mengada-ada secara hukum.

Kakanda HMI yang terhormat, tentunya kalian sebagai kader intelektual penerus bangsa, mengutip Pram “Harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan." Suatu hal yang tidak sesuai dengan fungsinya akan mengalami kerusakan, tidak mungkin kakanda yang punya ilmu pengetahuan Teknik Industri, mau coba-coba berinovasi di bidang Farmasi. Tentunya akan kacau-balau tuh, nanti obat dicampur dengan oli lagi hihihi.

 

Mengapa kakanda melakukan konferensi pers?

Ini merupakan hal yang paling membingungkan bagi saya dan mungkin juga bagi pembaca. Mengapa mereka melakukan konferensi pers? Secara urgensi mereka tidak perlu melakukannya. Konferensi pers adalah sebuah pertemuan dengan wartawan untuk menyampaikan suatu informasi yang baru, baik itu berupa klarifikasi kasus atau pun informasi penting bagi masyarakat. Konferensi pers dilakukan oleh instansi-instansi atau individu, dalam hal omnibus law instansi yang lebih berhak melakukan konferensi pers adalah pemerintah diwakili presiden atau menteri terkait ataupun institusi hukum yang terkait, baik dalam menyampaikan kajiannya maupun sikapnya perihal omnibus law. Sedangkan apa yang dilakukan oleh kakanda semua tidak ada urgensinya atau tidak memiliki kapasitas, jadi saya rasa lebih baik ngopi santai sambil diskusi persiapan aksi hehehe.

Dalam konferensi pers tersebut ada hal yang mengganjal di hati. Sebagai orang yang sedikit tau tentang jurnalistik, saya menganggap konferensi pers tersebut tidak layak dijadikan sebuah berita. Ada beberapa kriteria layak berita: aktual; peristiwa yang baru saja terjadi atau sedang terjadi. Apabila saya jadi wartawan lebih baik meliput tabrak lari di jalan raya ketimbang konferensi pers tersebut. Penting; peristiwa yang mempengaruhi banyak kehidupan orang. Memang omnibus law sangat penting, namun omnibus lawnya yang penting bukan konferensi persnya loh. Apabila saya wartawan, lebih baik meliput seberapa besar dampak omnibus law terhadap masyarakat, narasumbernya tentu yang berkredibel. Magnitude; peristiwa besar yang dapat mempengaruhi kehidupan orang. Human interest; peristiwa yang menggambarkan manusiawi, dapat memberikan sentuhan kepada pembaca.

Portal berita inisiatifnews.com, setelah saya cek ternyata tidak terdaftar sebagai media terverifikasi di Dewan Pers. Selain itu, pemiliknya adalah Masduki Baidlowi, Ia merupakan staff khusus wakil presiden.

Saya menganggap bahwa konferensi pers tersebut sebuah settingan dan 'pesanan' yang memang sengaja dibuat untuk mendistorsi gerakan mahasiswa. Agar kawan-kawan mahasiswa lain yang belum menentukan sikapnya, kebingungan hingga kehilangan arah untuk menentukan sikap. Dalam sebuah propaganda hal ini merupakan wajar untuk menggiring opini publik agar menerima omnibus law. Hal tersebut bukan kali ini saja terjadi, sebelumnya dalam aksi ReformasiDikorupsi banyak organisasi mahasiswa dan pemuda yang mendukung DPR segera mengesahkan undang-undang bermasalah.

 

 

Penulis : Achmad Rizki Muazam

Editor   : Winda Komalasari