Belajar Menjadi Jurnalis Melalui Film "The Pirates of Somalia"
Sumber gambar: Jayreviewstuff.com
Sebuah karya jurnalistik hebat biasanya lahir dari seorang jurnalis yang sudah berpengalaman. Namun, bagaimana jika suatu karya jurnalistik tersebut lahir dari seorang amatir? Hal inilah yang dijawab dalam film The Pirates of Somalia. Film yang dirilis tahun 2017 ini, diadaptasi dari kisah nyata seorang jurnalis Kanada bernama Jay Bahadur, yang berhasil mengubah pandangan dunia terkait Somalia.
Film ini menceritakan tentang Jay Bahadur yang ingin menjadi seorang jurnalis. Pada mulanya, ia berpikir bahwa seseorang harus kuliah terlebih dahulu untuk menjadi jurnalis. Anggapan itu terpatahkan ketika Jay bertemu dengan jurnalis senior bernama Seymour Tolbin. Seymour menjelaskan bahwa seseorang tidak harus kuliah untuk menjadi jurnalis. Cukup dengan pengalaman yang mumpuni, seseorang bisa menjadi jurnalis handal. Salah satu cara agar pengalaman itu didapat adalah pergi ke tempat yang gila.
Berkat saran dari Seymour, terbesitlah nama negara Somalia. Negara tersebut dianggap terlarang oleh para jurnalis. Jay lalu mencari nama-nama media Somalia dan didapatlah nama Farole, seorang penyiar radio di sana. Dia mengirim surel dan diundang Farole ke negaranya. Rupanya, penyiar tersebut merupakan anak dari Presiden Somalia.
Jay pun pergi ke Somalia dan disambut oleh pemandunya, Abdi. Di sana ia berhasil mewawancarai para pemimpin bajak laut dan mendapatkan data-data penting yang belum diketahui dunia. Contohnya seperti pernyataan bahwa; para bajak laut di sana hanya berniat menjaga lautan Somalia dan tidak berniat untuk membunuh seseorang, termasuk para awak kapal yang mereka bajak.
Suatu ketika, Jay mendapat undangan untuk ikut serta dalam penyanderaan kapal yang dilakukan suatu kelompok bajak laut dari kota Eyl, Somalia. Namun demikian, dia tidak jadi ikut dalam penyanderaan tersebut karena Jay mengira sang pemimpin bajak laut menolak keikutsertaannya.
Setelah gagal ikut dalam penyanderaan, kabar buruk kembali datang. Tiga orang bajak laut terbunuh ketika menyandera sebuah kapal milik Amerika Serikat. Akibat dari kejadian ini, pihak bajak laut berjanji akan membunuh setiap orang Amerika yang mereka temui sebagai bentuk balas dendam. Keadaan inilah yang memaksa Jay untuk pulang meski dia warga Kanada.
Jay pun berpamitan dengan Abdi yang sudah dianggap sebagai sahabatnya. Ia pulang ke Kanada dengan damai. Hingga suatu ketika, buku karya Jay laris di pasaran. Bahkan berkat karya jurnalistiknya itu, dia diundang oleh para petinggi Amerika Serikat untuk menjelaskan isi bukunya. Hasilnya, para pejabat itu terkesima dan Amerika Serikat pun kembali membuka hubungan diplomatiknya dengan Somalia.
Film ini membuka pemahaman publik bahwa menjadi jurnalis tidak perlu kuliah. Cukup dengan pengalaman, seseorang bisa menjadi insan pers sejati. Pengalaman itu tidak akan didapat tanpa adanya kemauan. Jay pun membuktikannya dengan nekat pergi ke Somalia demi menjadi jurnalis. Alhasil, karya jurnalistiknya pun sukses dan mendapat sambutan positif dari para petinggi AS.
Saat melakukan wawancara, Jay juga menggunakan teknik layaknya jurnalis sungguhan. Hal ini terbukti ketika dia mewawancarai seorang pemimpin bajak laut bernama Garaad. Sebelum wawancara dimulai, Jay membuat sang calon narasumber merasa nyaman dengan memuji pakaiannya dan memberikannya suatu suguhan. Garaad pun senang dan wawancara berjalan dengan lancar.
Film The Pirates of Somalia memiliki keunggulan dari segi latar tempat. Hal itu karena negara Somalia ditampilkan secara apa adanya, yang membuat film ini layaknya film dokumenter. Selain itu, para pemerannya adalah orang-orang lokal Somalia. Dalam film bergenre biografi ini, pemain juga terlihat menjiwai karakternya masing-masing. Penjiwaan karakter tersebut dilengkapi dengan kemampuan berbahasa Somalia secara fasih.
Sayangnya, meski dibintangi Al Pacino sebagai Seymour Tolbin, film ini masih kurang populer dibanding dengan film-film box office di tahun 2017, seperti Wonder Women dan Cars 3. Meski begitu, film ini layak dijadikan bahan untuk mempelajari cara kerja jurnalistik serta menggugah wawasan mengenai tempat-tempat asing seperti Somalia.
Penulis : Alfat Eprizal Tanjung
Editor : Dwi Kangjeng