Pengungkapan Borok Kampus

Pengungkapan Borok Kampus

Sumber gambar: freepik.com

 

Danar, wartawan LPM Liar, sedang bersembunyi di toilet kampus untuk meliput suatu peristiwa janggal. Lalu, seseorang bergelagat aneh muncul di hadapannya. Ponselnya bergetar seolah antusias untuk merekam kelakuan aneh tersebut. Seusai Danar merekam kejadian itu, ia kembali ke sekretariat. Teman-teman Danar sudah menunggu hasil liputannya.

"Nar, buruan. Mau kita satukan, nih," ujar Bima selaku Pemimpin Redaksi LPM Liar.

"Iya-iya," jawab Danar.

Hasil liputan Danar akan digunakan untuk artikel indepth news terkait pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Rojolele (Unro). Dugaan sementara, orang yang Danar liput ialah satu dosen dari kampus tersebut.

Sebenarnya, artikel ini akan diterbitkan sebulan lagi. Hal ini guna memberi waktu untuk mengedit tulisan serta memverifikasi data-data hasil liputan. Jika bahan tulisan masih kurang, waktu satu bulan tersebut juga berguna untuk menambah hasil liputan.

Setelah melewati fase editing dan verifikasi, artikel tersebut terbit. Sontak seluruh warga kampus pun heboh karena pelakunya merupakan warga kampus, yaitu dosen hingga dekan. Akibatnya, situasi kampus memanas. Wakil Rektor Bidang Akademik, Pak Rizal, merasa resah dengan situasi ini, lalu beliau memanggil seluruh pengurus LPM Liar.

"Saya merasa kecewa dengan artikel kalian yang membuat situasi di kampus menjadi tidak kondusif. Maka dari itu, berdasarkan persetujuan Rektor, saya memutuskan untuk membekukan LPM Liar sampai waktu yang tidak ditentukan," ujar sang Warek.

"Pak, jangan gegabah. Seharusnya Bapak menganalisis dulu artikel ini sebelum mengambil keputusan," ujar Ramli selaku Pemimpin Umum LPM Liar.

"Keputusan ini sudah bulat!" tegas Pak Rizal.

Mendengar kabar organisasi mereka dibekukan, seluruh anggota LPM Liar merasa sedih sekaligus bingung. Sedih karena pergerakan mereka dibatasi, dan bingung karena tidak tahu akan bernaung di mana lagi.

"Sudah, kalian tidak usah sedih dan bingung. Saya sudah memikirkan suatu rencana," kata Ramli. Dia mendiskusikan hasil pemikirannya kepada para anggotanya. Ramli telah merencanakan hal ini sejak lama. Setelah berdiskusi selama tiga jam, Ramli dan seluruh anggota LPM Liar mengemas seluruh barang-barang di sekretariat menuju sebuah bangunan kosong di samping rumah Ramli.

"Di sinilah sekretariat baru kita. Mulai sekarang, kita akan menjadi lembaga watchdog yang independen," ujar Ramli.

"Siap," balas seluruh anggota LPM Liar.

LPM Liar kini semakin liar sejak dibekukan oleh Universitas Rojolele. Karya-karya yang mereka hasilkan semakin berani karena keakuratan data yang mereka dapatkan, walaupun beberapa jauh dari bahasa baku. Artikel-artikel tersebut dapat tersiar di Unro melalui teknik khusus.

Salah satu artikelnya terkait kelanjutan dari pengungkapan borok alias kasus pelecehan seksual di Universitas Rojolele. Artikel itu menuliskan bahwa para pelaku tidak mau mengakui kesalahan mereka kepada pihak kampus agar tidak kehilangan pekerjaan. Dengan tersiarnya artikel tersebut, para mahasiswa Unro semakin geram terhadap kampus mereka. Mereka pun memutuskan untuk melakukan mogok kuliah bersama sampai Rektor memberi hukuman kepada para pelaku.

Namun, para pembaca merasa heran, mengapa para pelaku bisa mengutarakan isi mereka kepada wartawan LPM Liar? Hal itu karena para wartawan LPM Liar sudah lihai untuk urusan reportase investigasi. Mereka mampu mengkondisikan diri layaknya teman dekat.

Hingga suatu ketika, para pelaku mengetahui bahwa teman dekat yang bertanya mengenai isi hati mereka adalah para wartawan LPM Liar.

Keesokan paginya, Danar ditemukan tewas oleh seorang anggota LPM Liar. Tubuhnya bersimbah darah dan terdapat luka tusuk di dadanya. Sontak, kejadian ini membuat Ramli geram dan akan berusaha mencari pelaku di balik tewasnya Danar.

Berkat kemampuan investigasinya, Ramli menemukan bahwa pelakunya adalah salah seorang dosen cabul yang mereka wawancarai sebelumnya. Ia pun segera melapor ke polisi dan pelaku dijerat hukuman penjara selama tiga puluh tahun. Kabar tertangkapnya pelaku pun terdengar di telinga sang Rektor

"Aku harus bertindak!” ucap sang Rektor dalam hati.

Rektor pun memanggil Ramli. “Pak, hasil liputan kami menyebutkan bahwa pelakunya ada 12 orang, semuanya merupakan warga kampus. Inisial para pelakunya, yaitu AA, AD, DA, RE, MES, ERZ, AL, TR, AS, SE, AR, dan WE. Satu tersangka sudah dipenjara atas nama AA,” kata Ramli dengan berat hati karena menyebutkan inisial para pelaku yang akan menimbulkan dampak negatif bagi para korban.

“Baik, terima kasih. Saya akan panggil nama-nama kotor itu!” ujar Rektor yang kerap disapa Pak Mardi tersebut.

Keesokan harinya, Pak Mardi memanggil nama-nama tersebut kecuali AA. “Mulai hari ini, kalian dipecat dan tidak berhak mendapat pesangon! Saya juga telah memanggil polisi untuk menangkap kalian!” ucap Pak Mardi.

Setelah menerima surat pemecatan, polisi pun datang menangkap mereka. Sebelum ditangkap, rupanya mereka telah mengirim pesan teror kepada para korbannya.

“Kak, sebelum ditangkap, saya diancam akan dihilangkan data-data kemahasiswaan saya. Bagaimana ini?” tanya satu korban pada pihak LPM Liar via pesan singkat.

Tak hanya satu, korban lainnya pun mendapat ancaman serupa.

“Tenang, semua akan kami atasi,” ucap Ramli menenangkan.

Setelah mengakses informasi kemahasiswaan, data mereka benar dihilangkan. Kemudian, Ramli dan beberapa rekannya pun berusaha selama dua hari, dan semua data itu kembali.

“Terima kasih banyak, Kak,” ujar seorang korban.

“Berterima kasihlah pada Tuhan karena masih menyelamatkan hidup kalian,” balas Ramli.

Setelah kasus ini teratasi, kehidupan kampus Unro kembali normal dan LPM Liar kembali melakukan aktivitas organisasi di dalam kampus dengan tenang.

 

Penulis: Alfat Eprizal Tanjung

Editor: Wandari Azzahra