SEMES7A: Mencintai Alam dari Segi Budaya

SEMES7A: Mencintai Alam dari Segi Budaya

Sumber gambar: https://letterboxd.com/film/islands-of-faith/

 

Film dokumenter SEMES7A karya Tanakhir Film merupakan film yang bertema lingkungan. Film ini menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga dan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Negara kepulauan berperan besar dalam perubahan iklim, dan perubahan iklim tersebut dapat kita rasakan dampaknya. Khususnya, Indonesia sendiri memiliki tujuan untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030. 

Diproduseri oleh Nicholas Saputra dan Mandy Ibrahim, film ini bercerita tentang tujuh karakter di tujuh provinsi di Indonesia. Di antaranya adalah Tjokorda Raka Kerthyasa, Romo Marselus Hasan, Muhammad Yusuf, Iskandar Waworuntu, Agustinus Pius Inam, Almina Kacili, serta Soraya Cassandra. Film ini didorong oleh kepercayaan, agama, dan budaya masing-masing, agar ikut serta dalam mencegah dampak perubahan iklim dengan menjaga alam Indonesia. 

Film dimulai dari Tjokorda Raka Kertayasa, ketua adat di desa Ubud, Bali. Tjoko merupakan ketua adat yang ramah, ia selalu menyapa wisatawan dan warga yang ia temui. Tjoko bersama warga Ubud menjaga lingkungan dengan cara melakukan upacara pembersihan sebelum hari raya nyepi, karena upacara adat ini adalah kepentingan universal.  Pada saat nyepi, alam melakukan pembenahan diri meski hanya satu hari. Ketika nyepi dilaksanakan, semua orang di Bali dilarang untuk beraktivitas di luar rumah. Mereka juga tidak boleh menyalakan lampu selama 24 jam, bandara pun ditutup. 

Selanjutnya ada Agustinus Pius Inam selaku ketua Dusun Sungai Utik Di Kalimantan Barat. Dijelaskan dalam film bahwa pokok fokus dia adalah memastikan penduduk desa memahami serta mengikuti norma adat dalam melindungi dan melestarikan hutan. Film dokumenter itu menjelaskan bahwa Kalimantan memiliki cara tersendiri untuk bagaimana merawat alam agar tetap pada kelestariannya. Dengan cepatnya laju defortasi, masyarakat adat adalah harapan terbesar kita terhadap perlindungan hutan, karena masyarakat di Kalimantan merawat hutan-hutan terbaik di dunia. Namun sangat disayangkan, dalam satu abad terakhir ini, sebanyak 50% hutan di Kalimantan telah hilang akibat deforestasi. Secara global proses ini menyumbang 15% emisi penyebab perubahan iklim. 

Sedangkan di Nusa Tenggara Timur (NTT), ada Marselus Hasan yang merupakan pemimpin kepercayaan Katolik di Bea Muring, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menjadi daerah pedalaman, kampung Bea Muring tidak dialiri listrik, sehingga masyarakat memakai generator. Romo Marselus secara mandiri menginisiasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro demi mengurangi emisi berbahaya yang berasal dari generator. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ini telah dibangun selama 6 tahun. Bagi 1,6 juta keluarga di Indonesia yang belum memiliki akses listrik, Mikrohidro adalah solusi yang baik karena lebih berpihak kepada alam. 

Lalu di Papua, dipaparkan mengenai Almina Kacili, seorang wanita berasal Raja Ampat yang ingin mengangkat harkat serta martabat wanita di kampungnya. Almina merupakan ketua grup wanita gereja di Kapatcol Papua Barat yang mendorong upaya penyeimbangan alam melalui sasi. Di sana terdapat sekelompok ibu-ibu yang menghasilkan sasi di pesisir desa untuk menjamin pelestarian biota laut yang semakin terancam. Di dalam film menjelaskan bahwa sasi merupakan sebuah tradisi yang dilakukan demi melindungi daerahnya dari eksploitasi berlebihan dan _illegal_. Sasi dilakukan dengan menggabungkan antara konsensus dengan budaya serta dorongan kepercayaan, untuk memberi kesempatan perkembangan sumber daya alam khususnya pada laut. 

Selanjutnya di dalam film di bagian Barat Indonesia tepatnya di Aceh, ada seorang imam masjid yang bernama Muhammad Yusuf, beliau adalah seorang imam masjid di Desa Pameu yang terus mengingatkan warganya menggunakan doktrin agama bahwa gajah liar tidak salah, manusialah yang menjadi dalang dari kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, manusia wajib mencintai alam supaya dicintai juga oleh alam.

Selain itu, diceritakan pula mengenai Iskandar Waworuntu yang berasal dari Yogyakarta. Ia merupakan seorang muslim taat yang berkomitmen menjalani praktik thayyib bersama keluarganya yang tinggal di Yogyakarta. 

Di akhir film terdapat juga perempuan yang berasal dari ibukota Jakarta yang bernama Soraya Cassandra. Soraya Cassandra menginspirasi kita bahwa membangun apa yang dianggap urban farming bukan mustahil dilakukan. Bersama suaminya, ia mendirikan kebun di dalam kota Jakarta yang dinamai Kebun Kumara, mengajarkan mengenai rakyat urban yang tak menutup diri dalam merawat dan melestarikan alam. 

Di dalam film SEMES7A terdapat keunggulan yang menarik, karena dalam film ini terdapat banyak edukasi yang sangat penting untuk menjaga kesejahteraan alam di Indonesia. Film ini juga mengajarkan bahwa langkah-langkah sederhana dapat berdampak positif untuk menangkal kerusakan alam yang terjadi sekarang. Dengan cara menggabungkan unsur kepercayaan, adat budaya, dan teknologi terbaru. Dan tak hanya itu Film yang disutradarai oleh Chairun Nissa ini masuk ke dalam nominasi kategori Film Dokumenter Fitur Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2019. 

Meskipun memiliki kelebihan, film ini juga memiliki kekurangan dari segi narasi. Film terasa kurang dalam mengangkat tema besar yang dimaksud. Hal tersebut mungkin bisa terjadi karena terlalu banyak sub tema dan juga lokasi yang diangkat terlalu banyak. Dari segi narasi, sub tema yang paling menarik adalah Nyepi di Bali, pelestarian hutan adat di Kalimantan dan konservasi biota laut di Raja Ampat.

 

Penulis: Muhammad Agung Setiobudi Wibowo

Editor: Naptalia