Terlalu Memaksa, Begini Tanggapan Mahasiswa tentang Pemira Unindra 2019
Pemilihan Umum Raya (Pemira) merupakan demokrasi di tingkat kampus yang menjadi miniatur pesta demokrasi bangsa. Jadi pemira ialah salah satu acara yang cukup besar dan penting di Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) sebagai pintu gerbang, sekaligus sarana untuk menentukan pemimpin lembaga mahasiswa selanjutnya.
Pemira dilaksanakan setiap periode kepengurusan yaitu setahun sekali, sebagai ajang pemilihan perangkat lembaga kemahasiswaan. Perangkat lembaga kemahasiswaan tersebut terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F) yang akan menjadi representatif mahasiswa dalam menyuarakan pendapat ke lembaga kampus.
“Ini adalah pesta demokrasi Unindra di mana demokrasi ini dari kita, oleh kita, dan untuk kita,” kata Yudha selaku calon ketua BEM U dengan nomor urut dua ketika kampanye di Kampus B Unindra, Gedong.
Memang benar pemira ini adalah kegiatan penting dalam demokrasi kampus agar keluh kesah suara mahasiswa dapat terealisasikan, tapi apakah pemira sekarang dapat dikatakan berhasil?
Rabu (27/11), telah berlangsung rangkaian acara pemira yang sudah memasuki tahap pemungutan suara hari pertama yang dilaksanakan di Kampus B Unindra, Gedong dan Kampus A Unindra, Ranco. Sangat disayangkan, acara yang terbilang cukup penting ini kurang mendapat antusias dari mahasiswa umum sebagai penyumbang suara.
“Kurangnya sosialisasi dari panita, karena tidak adanya pengenalan calon setiap kelas secara menyeluruh atau ke setiap tongkrongan,” ujar Salem, mahasiswa semester satu program studi (prodi) Pendidikan Sejarah.
Tak hanya Salem, banyak pula mahasiswa baru (maba) yang memang benar-benar tidak tahu mengenai adanya pemira, pun calon ketuanya. Sebagaimana yang dipertanyakan Ojan selaku maba prodi Pendidikan Sejarah.
“Oh ini pemilihan ketua BEM? Loh bukannya itu cuma dipilih sama anak-anak ormawa (Organisasi Mahasiswa) aja ya?” katanya.
Kampanye yang terbilang singkat, di mana hanya dilakukan selama dua hari juga sangat berpengaruh kepada mahasiswa. Dampaknya masih banyak mahasiswa yang tidak tahu dan beranggapan bahwa pemira ini tidak penting.
Tidak hanya mahasiswa semester satu yang beranggapan seperti ini, Adji mahasiswa semester lima prodi Informatika juga berpendapat bahwa kurangnya pendekatan antara anak-anak ormawa ataupun panitia pemira ke mahasiswa umum,
“Yaitu kurangnya sosialisasi calon pemimpin, gue ga tau pemimpin gue siapa? Buat apa gue milih? dari awal gue masuk Unindra juga gue emang ga pernah milih,“ pungkasnya.
Bukan hanya mahasiswa, kampanye yang dilaksanakan dua hari ini juga merugikan para calon karena kurangnya mereka dalam menyuarakan visi misi dan pendekatan secara langsung kepada mahasiswa.
“Walau kampanye hanya terjadi dua hari, panitia mengambil kebijakan yaitu membolehkan para calon untuk berkampanye pada saat hari pertama pemilihan tapi dengan batas pukul 23.59 setelah itu tidak ada lagi masa kampanye,” ujar Ratna, calon ketua BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM FMIPA).
Ratna juga menjelaskan tentang banyaknya pertanyaan tentang calon-calon tunggal tetapi tetap dipilih.
“Sempat ada regulasi mau langsung diumumkannya calon tunggal ini, tetapi cara itu salah. Kita gak pernah membatasi setiap orang untuk memilih. Walaupun aklamasi, para calon mempunyai lawan yaitu kotak kosong, dengan begitu sistem demokrasi harus tetap berjalan,” kata Ratna.
Jadwal pemira yang berubah-ubah, ruang untuk mahasiswa, juga para tim sukses untuk menunggu dan memantau pada saat jalannya pemungutan suara itu tidak ada. Layaknya pekerjaan yang dikejar-kejar deadline membuat pemira tahun ini terlihat memaksa dan sangat terburu-buru. Menjadi tugas besar bagi kita semua untuk tahu betapa pentingnya acara seperti ini. Bagaimana cara panitia untuk terus bersosialisasi dan kita sebagai mahasiswa Unindra turut peduli terhadap demokrasi kampus.
Penulis : Imam
Editor : Nurulita
Zeinal Wujud
Loh gimanasi panitianya, kan mereka bekerja pake duit mahasiswa, sampe segala bikin baju. Tapi sosialisasi ke mahasiswa masih kurang, calon masih ga dikenal.