Disangka Pengganti UN, Apa Itu AKM?
Ilustrasi oleh Darmawan
LPM Progress — Berita mengenai kemunculan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang hampir bersamaan dengan penghapusan Ujian Nasional (UN) membuat AKM disangka sebagai pengganti UN oleh masyarakat. Padahal, AKM bukanlah pengganti UN dan AKM pun tidak menjadi sebuah standar kelulusan bagi siswa.
Melansir dari website Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik Kemdikbud), AKM merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Baik pada literasi membaca dan numerasi, kompetensi yang dinilai yaitu mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah juga mengolah informasi. Jadi pada intinya, AKM ini lebih kepada penilaian untuk sekolah mengenai materi-materi yang sudah diberikan kepada siswanya.
“Jadi kalau pada pelaksanaan UN itu yang dinilai siswanya, sedangkan pada AKM yang dinilai itu sekolahnya,” ungkap Laits Assamarqandi Mufa, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK YAPPA Depok, (21/01).
Laits juga menambahkan bahwa pelaksanaan AKM pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dilaksanakan di kelas 11. Bentuk soal dalam AKM lebih kepada penalaran siswa dan berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skill). Dalam pelaksanaannya, AKM pun tidak melibatkan seluruh siswa, namun sekolah hanya mengambil sampel sekitar 50%. Pelaksanaan AKM ini juga membutuhkan bandwidth yang lebih besar dari UN karena sistem pelaksanaan yang full online, sehingga sekolah meningkatkan jumlah perangkat seperti komputer dan laptop serta jaringan internet menjadi lebih besar. Hingga saat ini, persiapan di SMK YAPPA Depok sudah memasuki 80%.
Berbeda dengan SMK YAPPA Depok, lewat Larobbi’u Muhamad selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Padindi mengaku persiapan mereka baru mencapai 70%, hanya terkendala dalam sosialisasi kepada siswa. Kondisi sekolah yang belum bisa melaksanakan tatap muka membuat pembekalan kepada siswa mengenai AKM ini kurang maksimal. Ia juga menyampaikan bahwa persiapan sudah dimulai dari bulan November 2020 lalu, sekolah sudah menyiapkan fasilitas seperti laptop yang dibutuhkan siswa untuk pelaksanaan AKM.
“Pertimbangan dari sekolah ini karena masih pandemi, anak-anak tidak boleh ada kegiatan di sekolah, (pembelajaran tatap muka) belum dapat izin dari pemerintah. Dilemanya, kalau pelaksanaan AKM ini kondisinya masih PJJ, terdapat beberapa siswa SMK Padindi yang belum memiliki laptop,” kata Larobbi, saat diwawancarai via Google Meet, (22/01).
Selain sosialisasi kepada pihak sekolah, siswa juga membutuhkan sosialisasi mengenai AKM ini. Dengan sosialisasi yang dilakukan secara daring, para siswa tetap antusias untuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi AKM ini, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Fauzan Zacky Alfathir atau akrab dipanggil Fauzan dari kelas 11-E Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran SMK YAPPA Depok.
“Kalau itu (persiapan) dari simulasi yang kemarin, saya punya pemikiran untuk belajar, biar ada gambaran kedepannya,” ungkap Fauzan, (23/01).
Sama halnya dengan Fauzan, siswa kelas 11-2 Bisnis Daring dan Pemasaran SMK Padindi bernama Syahril Kafi juga mempersiapkan AKM ini dengan baik, namun terkendala pembelajaran masih dilakukan secara daring.
“Semoga sih, Insya Allah saya mempersiapkan ujian AKM ini dengan baik, walaupun pembelajaran online membuat kami kesulitan,” ungkap Syahril Kafi, saat diwawancarai via Google Meet, (22/01).
Penulis : Nadya Noordyanti
Reporter : Nadya Noordyanti & Darmawan
Editor : Mutiara Puspa Rani