
Aksi Indonesia Gelap: Aturan Tidak Berpihak hingga Implementasi Kebijakan yang Rusak, Masyarakat Kembali Turun ke Jalan
Sumber Gambar: Dok/LPMProgress/RakaGemilang
LPM Progress - Tajuk Indonesia Gelap beberapa hari ke belakang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bingkai untuk memberikan aspirasi terhadap permasalahan pada negara Indonesia, baik dalam bentuk aturan atau buruknya implementasi pemerintah atas kebijakan yang dibuat.
Adanya aksi demonstrasi yang masif sejak (17/02) di berbagai daerah merupakan bentuk respons publik atas dinamika sosial masyarakat yang ada. Hingga Jumat (21/02), aksi yang berlokasi di Patung Kuda, Jakarta Pusat ini masih ramai dihadiri berbagai elemen masyarakat.
Massa aksi membawa beberapa tuntutan diantaranya mengevaluasi kebijakan pemangkasan anggaran, rombak kabinet yang dianggap tidak efisien, mengevaluasi proyek strategis nasional, mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Rumah Tangga (PRT), menolak Undang-undang (UU) Minerba (Mineral dan Batubara), hingga menjegal pembahasan Proyek Danantara, juga RUU Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri).
Aksi yang dimulai pukul 14.35 WIB ini diwarnai oleh orasi dari berbagai elemen masyarakat. Selain itu, massa juga melakukan aksi tiarap sebagai simbol bahwa masyarakat sedang berada pada situasi gelap.
Daniel Limantara, pendiri Komunitas dan Media Sejarah Neo Historia turut terlibat pada aksi hari itu. Dirinya berpendapat bahwa saat ini suara masyarakat hanya dianggap dan digunakan sebagai lumbung yang menguntungkan oleh pemerintah saat pemilihan umum (Pemilu). Sedangkan secara hakikat, masyarakat dapat membuat perubahan lewat perlawanan.
“Rakyat bisa melawan, rakyat bisa bersuara, dan rakyat bisa membuat perubahan,” ujar Daniel ketika diwawancarai di depan Patung Kuda, (21/02).
Ia juga menilai agar pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat, dengan tidak lagi melihat bahwa rakyat hanya sebatas angka dalam statistik.
Selain itu, Lisa selaku massa aksi lain yang tergabung dalam Koalisi Nasional Perempuan Indonesia (KNPI) berharap bahwa pemerintah harus lebih sadar dengan sistem yang dibangun serta menjadikan kepentingan masyarakat sebagai orientasi perubahan.
“Kita ingin ada perubahan sistem di negara kita ini untuk semua rakyat kecil,” ujar Lisa saat diwawancarai oleh awak LPM Progress, (21/02).
Selain orasi dan melakukan aksi tiarap sebagai simbolis, aksi ini juga diwarnai oleh pembacaan karya macam puisi oleh masyarakat dan poster-poster dengan pesan sosial yang dibentangkan masa. Lagu “Bayar Bayar Bayar” milik Sukatani yang belakangan waktu dihapus karena dianggap menyinggung Instansi Polri juga turut dilantunkan sebagai galangan solidaritas massa aksi atas upaya represifitas terhadap karya seni yang dilakukan oleh aparat.
Beberapa masyarakat juga turut memberikan makanan dan minuman secara gratis sebagai bentuk dukungan kepada massa aksi. Aksi hari itu ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap oleh masyarakat, sembari menyalakan lilin sebagai representasi harapan di tengah kegelapan situasi sosial yang ada.
Wartawan: Alya Layla Yunus
Penulis: Dwi Syafitri
Editor: Khoiru Nisa