Pemikiran Kritis, dapat Dimulai dari Memilah Sebuah Berita

Pemikiran Kritis, dapat Dimulai dari Memilah Sebuah Berita

Sumber gambar: Instagram Pena Budaya

 

LPM Progress—Pers mahasiswa Pena Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran telah sukses menggelar webinar series Gerak Kembang Pena Budaya pada Sabtu (5/3). Webinar yang diadakan melalui platform Zoom Meeting ini bertema "Pemikiran Kritis Pers Mahasiswa: Dipantik atau Kesadaran Diri?". Acara ini diselenggarakan dengan tujuan dapat meningkatkan kemampuan jurnalistik untuk masyarakat umum khususnya anggota Pena Budaya.

Webinar series yang digelar Pena Budaya merupakan acara rutin setiap tahunnya, dengan series yang berbeda-beda. Webinar kali ini diisi oleh pembicara Ignatius Haryanto selaku Dosen Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara, dan dimoderatori Husni Rachmani Nur Ilahi.

Dalam Webinar ini, Ignatius selaku dosen jurnalistik membicarakan tentang pemikiran kritis terhadap mahasiswa. Menurutnya, berpikir kritis adalah istilah yang ditujukan pada kemampuan kognitif dan disposisi intelektual yang dibutuhkan untuk mengindentifikasi masalah secara efektif, menganalisa serta mengevaluasi argument dan klaim kebenaran. Hal itu diperlukan untuk menemukan dan mengatasi konsepsi pribadi, serta untuk memformulasikan dan menampilkan argument yang meyakinkan untuk mendukung kesimpulan. Namun, ia juga memberitahu kendala atau hambatan dalam berpikir kritis ada beberapa hal, yakni egosentrisme, sosiosentrisme, stereotip, asumsi tidak beralasan, serta pemikiran relativistik.

Ia memberikan contoh perbedaan orang yang berpikir kritis dengan orang yang tidak berpikir kritis. Ia menjelaskan, "Orang yang berpikir kritis mempunyai dorongan untuk menjelaskan suatu peristiwa yang terkait dengan akurasi dan standar kritis lainnya. Kalau orang yang tidak berpikir kritis cara berpikirnya tidak jernih, tidak jelas, tidak akurat. Contohnya orang menyebutkan katanya 'begini', tapi tidak dapat menjelaskan dengan sangat jelas 5W 1Hnya."

Menurutnya, untuk berpikir kritis dapat juga dimulai dari memilah sebuah berita. Ia mengatakan, “Sebagai pembaca kita perlu memilah semua berita yang beredar di jaringan sosial. Kita perlu lebih memahami situasi permasalahan yang ada, mencari tahu isu utama dan asumsi yang melatarinya, juga mengevaluasi berita, serta melakukan tindakan yang tepat untuk dilakukan pada berita yang beredar.”

Untuk itu, ia memberitahu salah satu cara yang menurutnya dapat dilakukan untuk memerangi misinformasi, yakni dengan mengecek di berbagai sumber berita yang kredibel, juga memperkuat media literasi masyarakat. Tidak lupa, ia juga mengingatkan untuk menggunakan sejumlah tools yang dipergunakan untuk memeriksa berita, gambar, dan video yang disediakan oleh Google.

 

 

Penulis: Naptalia

Editor: Dwi Kangjeng